SERANG, 6 Januari 2021 – Ketertutupan informasi dan akses publik terhadap dokumen izin lingkungan membuat terjaminnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat menjadi terancam. Hal itu terungkap dalam perjalanan sidang-sidang gugatan Izin Lingkungan PLTU Suralaya 9 dan 10 di PTUN Serang Banten yang pada hari ini memasuki sidang ke-6.

Pada bulan November 2020, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menggugat Izin Lingkungan yang diterbitkan Gubernur Banten yang terbit tahun 2017. Walhi menggugat dengan beberapa alasan antara lain, 1) izin yang diberikan kepada PT Indonesia Power tersebut tidak memenuhi standar emisi yang berlaku 2019, 2) tidak terpenuhinya partisipasi masyarakat dalam penerbitan Izin LIngkungan, dan 3) Dokumen Amdal yang menjadi dasar penerbitan Izin Lingkungan mengandung cacat substansi dan hukum.

Pada masa pemeriksaaan pendahuluan, Tergugat Gubernur Banten yang diwakili oleh Biro Hukum Pemerintah Provinsi Banten menyebut bahwa ada perubahan izin lingkungan pada Desember 2018 (Izin Lingkungan 2018). Selain itu, Tergugat juga menyatakan bahwa terdapat perubahan Penanggung Jawab Usaha/Kegiatan dari PT Indonesia Power kepada PT Indo Raya Tenaga.

Sebagai respon hal tersebut, Penggugat meminta hakim untuk mendorong Tergugat mengeluarkan Izin Lingkungan 2018 ke dalam persidangan dan meminta Hakim untuk turut serta memanggil PT Indo Raya Tenaga ke Persidangan. Hakim menyanggupi permintaan tersebut. Namun dalam fakta persidangan, Hakim tidak memanggil PT Indo Raya Tenaga ke persidangan.

“Hakim punya kesempatan untuk berdiri di sisi keadilan lingkungan dan kepentingan publik jika serius menindak lanjuti fakta persidangan soal perubahan Izin Lingkungan 2018 yang disebut oleh tergugat PT Indoraya Tenaga. Ketidakterbukaan dokumen dan informasi publik oleh pemerintah seharusnya bisa “didobrak” dalam persidangan. Sayangnya ini tidak dilakukan,” kata Raden Elang, tim Kuasa Hukum WALHI Nasional.

Tergugat Gubernur Banten yang diwakili oleh biro hukum juga tidak memberikan atau membuka Izin Lingkungan 2018 di persidangan. Biro hukum berdalih bahwa mereka tidak mempunyai Izin Lingkungan 2018 dan tidak memiliki kuasa untuk memintakan Izin Lingkungan tersebut kepada Instansi yang berwenang.

“Izin lingkungan merupakan Suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang memiliki kekuatan hukum mengikat sebelum Undang-Undang Cipta Kerja berlaku dan suatu tindakan hukum Pejabat Tata Usaha Negara. Sehingga dalam proses penerbitannya seharusnya mendapat persetujuan, diperiksa, dan atau setidak-tidaknya ditembuskan kepada biro hukum terlebih dahulu. Namun kuasa hukum yang menyatakan tidak memiliki izin lingkungan tersebut ini menjadi aneh. Hal ini menunjukkan ada itikad buruk dari Tergugat untuk menutupi Izin Lingkungan ini,” lanjut Raden.

Kuasa hukum Penggugat juga mengkritik pernyataan dari Kuasa Hukum Tergugat bahwa mereka tidak memiliki kuasa untuk memintakan izin lingkungan kepada Instansi yang menerbitkan. “Biro Hukum merupakan perwakilan Gubernur Banten dalam persidangan ini, oleh karena mewakili Gubernur Banten maka Kuasa Hukum memiliki kuasa untuk mengakses semua dokumen termasuk Izin Lingkungan agar perkara ini berjalan lancar dan tidak mencederai keadilan terhadap masyarakat. Jelas hal ini merupakan upaya Kuasa Hukum untuk menghambat proses keadilan” imbuh Karsidi, kuasa hukum Penggugat.

Menurut Direktur Eksekutif WALHI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi, gugatan ini menjadi penting karena penerbitan izin yang tidak mengindahkan regulasi dan potensi risiko yang jujur komprehensif akan menempatkan lingkungan dan warga jadi korban kebijakan.

“Megaproyek PLTU Jawa 9 dan 10 ini diperkirakan akan melepaskan 10 juta ton karbon dioksida setiap tahun atau setara dengan emisi rata-rata Thailand. Penelitian juga menyebut pembangkit listrik batubara ini berpotensi menyebabkan kematian hingga 4.700 jiwa selama operasionalnya. Selain itu kerusakan perairan di pesisir Suralaya akan bertambah parah karena saat ini sudah rusak oleh banyak PLTU lainnya yang sudah beroperasi lama,” ujar Tubagus.

Dwi Sawung, Manager Kampanye Perkotaan dan Energi WALHI Nasional mengatakan bahwa pembangunan PLTU baru ini berpotensi jadi proyek mangkrak jika melihat tren permintaan konsumen pada grid Jawa-Bali tahun ini dibandingkan tahun 2019. Bahkan data terbaru PLN 2020 menyebut oversupply (kelebihan pasokan) listrik pada grid ini mencapai 46,8%. 1]

“Dengan kelebihan pasokan listrik yang besar sejak beberapa tahun terakhir ini, maka akan membuat proyek ambisius pemerintah untuk PLTU baru berpotensi jadi aset mangkrak dan menambah beban PLN. Ini hanyalah proyek yang dicitrakan untuk mendorong ekonomi rakyat tapi sesungguhnya lebih menguntungkan pengusaha tambang batubara baik di hulu maupun di hilir,” tutup Sawung.

Catatan editor:

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201125134828-85-574290/pln-rinci-wilayah-yang-kelebihan-pasokan-listrik-di-era-covid