Bantaeng-Jakarta, 4 Mei 2023–Sarijuddin (25 tahun) karyawan PT Yatai Huadi Indonesia (Yatai I) meninggal dunia (29/04/2023). Karyawan PT Yatai ini meninggal dunia setelah tersengat listrik di dalam perusahaan. Pemuda Dusun Balla Tinggia, Desa Papanloe menjadi korban selanjutnya dari buruknya penerapan keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) di perusahaan. Sebelumnya, pada 07 April 2023 seorang warga Kayu Loe, Desa Papanloe juga mengalami kecelakaan kerja saat bekerja di smelter PT Huadi Yatai Industri (Yatai II). Akibatnya, karyawan tersebut harus kehilangan kakinya.

Kematian Sarijuddin adalah satu dari sekian dari nyawa yang hilang di dalam perusahaan asing ini. Fenomena banyaknya karyawan yang mengalami kecelakaan kerja dipastikan masih akan terus bertambah seiring dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja yang buruk di dalam perusahaan.

Berdasarkan catatan Koalisi Advokasi KIBA, setidaknya sudah 13 kali kecelakaan kerja yang terjadi di smelter yang berada di dalam kawasan industri Bantaeng. Lima di antaranya meninggal dunia dan sisanya mengalami disabilitas fisik. Jumlah ini belum termasuk korban-korban lain yang belum teridentifikasi, karena perusahaan berupaya menutupi peristiwa kecelakaan kerja yang sering terjadi di kawasan industri Bantaeng.

“Sudah banyak korban, jumlahnya masih akan bertambah jika tak ada evaluasi, perbaikan dan pemberian sanksi yang tegas kepada perusahaan. Keselamatan warga dan karyawan adalah utama. Jika tak ada perbaikan serius dari perusahaan, lebih baik perusahaan ditutup untuk sementara,” ujar Ady Anugrah dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

Koalisi telah melakukan penelusuran terhadap penerapan keselamatan kerja di perusahaan dengan wawancara belasan karyawan yang bekerja di smelter-smelter yang berada di Kawasan Industri Bantaeng. Koalisi menemukan banyaknya karyawan yang mengalami kecelakaan kerja disebabkan penerapan keselamatan kerja yang hanya sekadar formalitas di dalam perusahaan. Para karyawan menyatakan alat pelindung diri jarang diganti oleh perusahaan.

Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta peraturan turunannya mewajibkan perusahaan menerapkan sistem keselamatan dan Kesehatan Kerja. Banyaknya karyawan yang mengalami kecelakaan kerja menjadi salah satu indikator bahwa dalam aktivitasnya, penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja masih sangat buruk.

“Kecelakaan di sektor tambang bukan sekali ini terjadi, banyaknya kecelakaan kerja yang terus berulang bukan hanya di PT Huadi Group saja, tetapi di perusahaan tambang lainnya. Perlu adanya pembaharuan undang-undang yang dapat memberikan sanksi pidana bagi setiap perusahaan yang melanggar, bukan alih-alih hanya sanksi administrasi saja,” tegas Arko Tarigan dari Trend Asia.

Di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) terdapat empat perusahaan yang sudah beroperasi yakni PT Huadi Nickel Alloy Indonesia, PT Huadi Yatai Nickel Industri, PT Yatai Huadi Indonesia dan Wuzhou Nickel Industri. Sementara itu, dua perusahaan masih dalam proses konstruksi. Masing-masing, PT Hengseng New Energy Material Indonesia dan PT Unity Nickel Alloy Indonesia.

“Kecelakaan kerja yang menimpa Sarijuddin menjadi bukti nyata perlunya perhatian serius pemerintah dan penegak hukum. Kami mendesak pemerintah dan kepolisian untuk menghentikan sementara aktivitas PT Huadi Group selama penyelidikan dan membuka informasi hasil penyelidikan kepada publik,” terang Junaedi dari Balang Institut.

Dari perusahaan-perusahaan tersebut, terdapat ribuan karyawan yang bekerja di perusahaan yang beroperasi sepanjang hari. Ribuan karyawan tersebut terancam mengalami nasib yang sama jika tidak dilakukan perbaikan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jika tak ada perbaikan dari perusahaan, evaluasi dan pengawasan dan pemberian sanksi yang tegas oleh pemerintah serta penegak hukum, smelter-smelter ini akan meminta korban selanjutnya.

Berdasarkan hal tersebut, kami dari Koalisi Advokasi Kawasan Industri Bantaeng menuntut:

  1. Seluruh smelter yang berada di Kawasan Industri Bantaeng berhenti beroperasi sebelum dilakukan evaluasi dan perbaikan tata kelola Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta perbaikan dugaan pelanggaran- pelanggaran lainnya;
  2. Dinas Ketenagakerjaan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan keselamatan kerja di smelter PT Huadi Nickel Alloy Indonesia dan perusahaan lainnya serta memberikan sanksi yang tegas;
  3. Meminta penegak hukum, Polres Bantaeng dan Polda Sulawesi Selatan melakukan penyelidikan terhadap buruknya pengelolaan keselamatan kerja di perusahaan serta menarik pihak perusahaan untuk bertanggung jawab;
  4. Pihak perusahaan bertanggung jawab atas kematian, kecelakaan kerja, dan memberikan hak para pekerja serta keluarga yang ditinggalkan.

Foto: Koalisi Advokasi Kawasan Industri Bantaeng