Jakarta, 20 September 2022–Organisasi masyarakat sipil mendesak bank CIMB untuk segera menghentikan pendanaan ke perusahaan batu-bara Adaro dan seluruh perusahaan dan proyek batu-bara, sesuai dengan solusi iklim untuk mencapai target iklim global.  

Desakan ini muncul karena sampai saat ini CIMB belum menyatakan bahwa mereka akan menghentikan pendanaan ke Adaro Energi Indonesia (Adaro). Hari ini, CIMB menggelar acara Cooler Earth Sustainability Summit yang bertema keberlanjutan planet dan transisi energi yang berkeadilan. 

“Kepada publik, CIMB menunjukkan posisi mendukung transisi ke energi terbarukan, sementara dalam praktiknya mereka masih mendanai Adaro,” sebut Nabilla Gunawan, Campaigner di Market Forces. 

CIMB harus mengambil keputusan yang berpihak kepada komitmen iklim. Untuk memastikan hal tersebut, mereka harus menghentikan seluruh pendanaan ke Adaro dan anak perusahaannya. 

“Bencana iklim semakin memburuk di seluruh Asia, maka penting bagi CIMB untuk menghentikan pendanaan ke perusahaan batu-bara yang berkontribusi besar dalam meningkatkan suhu planet bumi dan memperparah krisis iklim,” jelas Nabilla.  

Pada 2020, CIMB berkomitmen untuk menghentikan seluruh investasi batu-bara pada tahun 2040. Komitmen tersebut mewajibkan CIMB menghentikan penyaluran dana ke tambang batu-bara dan perluasan tambang batu-bara baru. 

Akan tetapi, pada April 2021, CIMB masih mendukung Adaro dengan terlibat dalam utang sindikasi sebesar US$400 juta ke anak perusahaan tambang batu-bara milik Adaro. Pada Juni 2022, CIMB juga menerbitkan kebijakan yang melarang investasi di tambang batu-bara baru. 

Berdasarkan laporan tahunan 2021 Adaro, Adaro telah melakukan eksplorasi untuk persiapan tambang baru melalui salah satu anak perusahaannya. Adaro mendapatkan 96 persen penghasilan dari batu-bara dan pada bulan ini menyatakan bahwa Adaro tidak memiliki niat untuk meninggalkan bisnis batubara. 

“Meskipun bisnis Adaro bertolak belakang dengan kebijakan coal exclusion CIMB, CIMB belum menyatakan akan berhenti membiayai Adaro. Dalam hal ini, CIMB tertinggal dari kompetitornya,” ujar Nabilla.

“Adaro jelas tidak menunjukkan niat untuk mendukung target iklim global dan Perjanjian Paris karena Adaro tetap akan melanjutkan ketergantungan mereka terhadap batu-bara.”

Tahun ini, bank terbesar Singapura DBS dan salah satu bank terbesar dari Inggris, Standard Chartered telah menyatakan keluar dari Adaro karena perusahaan tersebut terlalu bergantung pada batu bara.  

Berdasarkan International Energy Agency bahwa untuk mencapai Net Zero di tahun 2050, seharusnya sudah tidak ada tambang batu-bara baru maupun perluasan tambang batu-bara. 

“Industri batu bara diproyeksikan akan segera masuk fase suram. Meningkatnya risiko penurunan permintaan batu bara akan menyebabkan institusi keuangan global untuk memotong pendanaan ke batu-bara,” jelas Andri Prasetiyo, Peneliti dan Manajer Program di Trend Asia.   

Ia menambahkan, DBS dan Standard Chartered sudah menyatakan berhenti mendanai Adaro, maka sudah seharusnya CIMB harus segera melakukan hal yang sama. 

“CIMB sedang menyelenggarakan acara yang bertema ‘memfasilitasi transisi energi yang berkeadilan’, akan tetapi tidak ada yang ‘adil’ dengan mendukung perusahaan yang merusak lingkungan, mengganggu kehidupan masyarakat lokal dan mengancam iklim yang aman untuk masa depan,” tegas Andri. 

Berdasarkan investigasi oleh Project Multatuli, warga desa transmigran Wonorejo di Kalimantan Selatan terusir karena ekspansi tambang batu-bara milik Adaro. Tambang Adaro juga diduga berat sebagai salah satu tambang yang berkaitan dengan bencana banjir di Kalimantan Selatan yang telah merenggut nyawa 21 orang.  

***

Foto: Market Forces