Pemakaian gas sebagai jembatan transisi energi dinilai hanya melanggengkan pemakaian sumber energi fosil. Sama halnya dengan teknologi batu bara bersih.

Katadata-Gas bumi dan produk turunan batu bara, gasifikasi dan cair, dinilai bukan solusi untuk mencapai transisi energi. Pemanfaatan gas sebagai jembatan menuju energi bersih hanya akan melanggengkan penggunaan energi fosil dan memperlambat akselerasi energi baru terbarukan di Indonesia.

Peneliti dan Manajer Program Trend Asia, Andri Prasetiyo menyebut pemanfaatan gas akan menunda proyek transisi energi. Upaya ‘membirukan’ energi fosil dengan teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) juga tidak ekonomis dan menjustifikasi penggunaan energi fosil secara terus-menerus.

“Gas menjadi jembatan transisi energi ini sifatnya meninabobokan. Bisnis gas kontraknya jangka panjang, seperti kontrak operasional PLTU yang sampai 30 tahun. PLTU dipensiunkan tapi diteruskan dengan energi fosil lainnya,“ ujarnya dalam diskusi Quo Vadis Komitmen Transisi Energi di G20? Refleksi atas Hasil KTT G7 di Jerman, Selasa (19/7).

Di forum yang sama, Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Tata Mustasya mengatakan sikap permisif ke sumber energi gas akan menunda proyek transisi energi. Selain itu, Tata juga menyoroti isu ketahanan energi pada cadangan gas global.

Ia melihat, ketergantungan pada gas sebagai energi fosil akan menimbulkan krisis energi yang saat ini dialami mayoritas negara barat pasca Rusia memutus aliran gasnya ke sejumlah negara anggota Uni Eropa (UE). “Gas bukan solusi penurunan emisi, tapi menunda solusi sebenarnya untuk mencapai transisi energi 2060. Selain, soal ketahanan energi, gasnya dari mana? yang tetap adalah langsung melompat ke energi terbarukan dengan potensi yang melimpah,“ ujar Tata.

Baca selengkapnya…

Foto: Pikiran Rakyat