Penelitian terbaru menunjukkan bahwa International Finance Corporation, bagian dari Kelompok Bank Dunia, memberikan dukungan melalui pintu belakang kepada sedikitnya 39 proyek batubara baru, dengan total kapasitas lebih dari 68 gigawatt di Tiongkok, Indonesia dan Kamboja.

6 Oktober 2023-International Finance Corporation (IFC), lembaga pinjaman swasta dari Grup Bank Dunia, secara tidak langsung mendukung puluhan proyek batubara baru di seluruh Asia, demikian menurut sebuah laporan baru, Klaim Kosong: Bagaimana Pendanaan Batubara Menembus Celah Hukum Paris Alignment oleh IFC. Laporan yang didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Inclusive Development International, Recourse, dan Trend Asia, diterbitkan hari ini sebelum Pertemuan Tahunan Bank Dunia yang akan berlangsung di Marrakesh minggu depan.

“Kami menemukan bahwa IFC masih mendukung kapasitas batubara baru melalui investasinya di bank dan lembaga keuangan lainnya, terlepas dari komitmennya untuk menyelaraskan investasi tersebut dengan Perjanjian Paris,” ujar David Pred, direktur eksekutif Inclusive Development International. “Hal ini bertolak belakang dengan pembangunan berkelanjutan yang ingin dipromosikan oleh IFC, dan tentunya memiliki dampak yang sangat buruk bagi masyarakat yang terkena dampak batubara di seluruh Asia dan juga di penjuru dunia pada masa-masa iklim ekstrim seperti sekarang ini.”

Sebuah pembangkit listrik tenaga batubara baru berkapasitas 700 megawatt yang direncanakan bernama Jambi 2 berlokasi di Provinsi Jambi (Indonesia), merupakan salah satu proyek baru yang secara tidak langsung didukung oleh IFC. Laporan baru ini berfokus pada Jambi 2 sebagai studi kasus tentang bagaimana pinjaman IFC mendukung pengembangan batubara baru dan dampaknya terhadap masyarakat setempat. Menurut aktivis setempat dan masyarakat setempat yang diwawancarai oleh Inclusive Development International, Jambi 2 merupakan proyek yang tidak diinginkan ataupun dibutuhkan oleh provinsi tersebut. Proyek ini dinilai akan memperparah dampak buruk dari pengembangan batubara di daerah tersebut, termasuk polusi udara, air, dan isu-isu kesehatan yang terkait. Namun, Postal Savings Bank of China yang merupakan perantara IFC dan pemodal batubara utama di wilayah tersebut, telah memberikan utang kepada pengembang Jambi 2, bernama China Huadian.

“Pengembangan batubara yang sedang berlangsung di Indonesia, termasuk PLTU Jambi 2, akan mempercepat perubahan iklim dan konsekuensi-konsekuensi bencana yang ditimbulkannya,” ujar Novita Indri, seorang juru kampanye energi Trend Asia. “Hal ini merupakan tamparan bagi Indonesia; sebuah negara kepulauan yang rentan terhadap kenaikan permukaan air laut dan telah mengalami kejadian cuaca ekstrem.”

Postal Savings Bank of China sejauh ini merupakan penyandang dana terbesar bagi para pengembang batubara dalam portofolio IFC. Menurut data yang dikumpulkan oleh Inclusive Development International dan dipublikasikan bersama laporan terbaru ini, IFC membeli saham ekuitas senilai $300 juta di Postal Savings Bank pada tahun 2015 dan bank ini telah memberikan 418 miliar RMB atau senilai $57,3 miliar dalam bentuk kredit tanpa syarat dan kredit proyek kepada perusahaan-perusahaan yang sedang membangun puluhan pembangkit listrik tenaga batubara di wilayah Asia. Bank ini memberikan pinjaman ketika hampir sebagian besar industri keuangan mulai beralih dari batubara, yang mengimplikasikan keterlibatan IFC dan Kelompok Bank Dunia sebagai pihak yang masih membiayai proyek batubara dan dampak-dampak buruknya bagi masyarakat dan juga terhadap iklim. Para penulis laporan menyerukan kepada IFC untuk memanfaatkan pengaruhnya sebagai pemegang saham utama untuk menghentikan Postal Savings Bank agar tidak lagi mendanai pengembangan batu bara.

“IFC akan terlihat sangat munafik jika mengizinkan klien perbankannya membiayai proyek-proyek seperti Jambi 2 dan pengembangan batubara lainnya di Asia, sementara pada saat yang sama IFC berjanji untuk menyelaraskan kegiatannya sesuai dengan Perjanjian Paris mengenai Perubahan Iklim,” kata Kate Geary, salah satu direktur Recourse. “Meskipun mereka sudah berkomitmen untuk beralih dari batubara di atas kertas, Grup Bank Dunia gagal untuk memastikan bahwa investasinya tidak mendukung proyek-proyek pembangkit listrik tenaga batubara yang menjadi kontributor signifikan terhadap perubahan iklim dan memicu dampak buruk bagi masyarakat.”

Situasi ini mulai terkuak setelah adanya laporan bahwa masyarakat di Provinsi Banten (Indonesia) bulan lalu mengajukan pengaduan resmi terhadap IFC karena terlibat dalam kegiatan pembangunan dua unit besar di kompleks mega PLTU batubara Suralaya. Sebelumnya, keluhan serupa juga pernah disampaikan kepada IFC, mengenai dukungannya terhadap ekspansi batubara di Filipina.

“IFC telah berkontribusi terhadap kerugian besar terkait ekspansi batubara di banyak negara,” tambah Pred. “Saat ini IFC memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi dan mencegah kerusakan lebih lanjut di masa depan dengan mewajibkan semua klien perantara keuangannya, termasuk Postal Savings Bank of China, untuk segera menghentikan pendanaan pengembangan batubara.”

Catatan untuk editor:

Mengenai pinjaman perantara keuangan IFC dan komitmen “tanpa batubara”

Inclusive Development International sebelumnya telah menelusuri aspek finansial dalam portofolio sektor keuangan IFC dan mempublikasikan temuan-temuan kami dalam seri investigasi Outsourcing Development yang mengekspos pembangkit listrik tenaga batubara dan tambang-tambang yang secara tidak langsung didukung oleh IFC.

Sejak saat itu, Grup Bank Dunia telah membuat serangkaian komitmen yang dirancang untuk mereformasi pendekatannya dalam berinvestasi di lembaga keuangan, mengurangi eksposurnya terhadap batubara, dan menyelaraskan kegiatan dengan Perjanjian Paris. Hal yang paling menonjol terjadi pada tahun 2019 ketika IFC meluncurkan Pendekatan Ekuitas Hijau. Pendekatan ini mengharuskan lembaga-lembaga keuangan yang sahamnya dimiliki oleh IFC untuk mengurangi separuh eksposur batubara mereka pada tahun 2025 dan menghilangkannya dari portofolio mereka pada akhir dekade ini. Pada tahun 2023, IFC menutup celah utama yang ditunjukkan oleh Inclusive Development International, Recourse, dan Trend Asia dalam pendekatan tersebut dengan memperbarui aturan untuk membatasi klien ekuitas agar tidak lagi mendanai proyek batubara baru.

Namun demikian, pendekatan utama IFC yang berniat menyelaraskan operasi pinjaman tidak langsung dengan Perjanjian Paris masih mengandung celah hukum dan area rancu lainnya. IFC masih mengizinkan klien ekuitas untuk menjamin obligasi bagi pengembang batubara dan mengizinkan klien untuk membiayai proyek-proyek industri yang ditenagai oleh pembangkit listrik tenaga batubara khusus, sebuah konsep yang dikenal dengan istilah captive coal. Selain itu, hingga saat ini masih belum jelas bagaimana dan apakah kebijakan “tidak ada batubara baru” diterapkan pada pembiayaan korporat klien pengembang batubara yang sudah ada. Faktanya, penelitian dan laporan terbaru kami mengungkapkan bahwa bank-bank yang saham ekuitasnya dimiliki IFC, termasuk Postal Savings Bank of China, masih terus menyuntikkan dana kepada para pengembang proyek batubara baru.

Mengenai metodologi kami

Untuk menyusun laporan ini, Inclusive Development International menelusuri dana IFC melalui sejumlah perantara keuangan ke berbagai pembangkit listrik tenaga batubara yang baru di Asia. Hasil lengkap penelusuran kami dapat diakses di sini.

Kami membagi pembangkit listrik tenaga batubara baru ke dalam beberapa kategori, yaitu: proyek-proyek yang telah beroperasi sejak tahun 2019; proyek-proyek yang sedang dalam tahap konstruksi; dan proyek-proyek yang sudah diumumkan oleh para pengembang. Data ini tidak termasuk proyek yang terdaftar sebagai proyek yang ditangguhkan atau dibatalkan, meskipun pengembang secara teratur mengaktifkan kembali proyek yang sudah lama tidak aktif atau ditangguhkan.

Kami mengandalkan Global Energy Monitor yang memantau infrastruktur energi di seluruh dunia untuk seluruh data pembangkit listrik tenaga batubara, termasuk nama-nama proyek, kapasitas pembangkit listrik, jadwal pembangunan dan pemilik proyek. Sementara itu, data yang berkaitan dengan pengembang proyek, kapasitas produksi batubara mereka saat ini, rencana pembangunan serta penerbitan obligasi kami ambil dari Global Coal Exit List yang juga digunakan oleh IFC saat membantu klien mereka dalam mengidentifikasi paparan terhadap sektor batubara pada portofolio mereka.

Data lain yang tercakup dalam laporan ini berasal dari penelitian yang dilakukan oleh Inclusive Development International, Recourse, dan Trend Asia terhadap pengarsipan perusahaan, pengungkapan proyek International Finance Corporation, dan kunjungan lapangan di Indonesia.

***

Kontak Media

Mignon Lamia, Direktur Komunikasi Inclusive Development International

[email protected]

Zona Waktu: EDT (GMT-4) Berbahasa: Inggris (English)

Daniel Willis, Manajer Kampanye Keuangan Recourse

[email protected]

Zona Waktu: BST (GMT+1) Berbahasa: Inggris (English)

Novita Indri, Juru Kampanye Energi Trend Asia

[email protected]

Zona Waktu: Waktu Indonesia Barat/WIB (GMT+7) Berbahasa: Inggris (English), Bahasa Indonesia

Tentang Inclusive Development International

Inclusive Development International adalah organisasi non-profit yang bekerja untuk memajukan keadilan sosial, ekonomi, dan lingkungan dengan mendukung masyarakat di seluruh dunia untuk mempertahankan hak asasi manusia dan lingkungan dalam menghadapi aktivitas perusahaan yang merugikan. Kunjungi https://www.inclusivedevelopment.net untuk informasi lebih lanjut

Tentang Recourse

Recourse berkampanye untuk mengalihkan arus keuangan internasional dari investasi yang kotor dan berbahaya dalam upaya menuju pembangunan yang lebih ramah lingkungan dan inklusif. Recourse bermitra dengan berbagai pihak untuk mendukung masyarakat dalam perjuangan mereka agar hak-hak mereka dihormati dan suara mereka didengar, dan meminta pertanggungjawaban lembaga keuangan atas kerugian yang ditimbulkan terhadap masyarakat dan lingkungan.

Tentang Trend Asia

Trend Asia adalah organisasi masyarakat sipil independen Indonesia yang terbentuk dari peluang dan ancaman yang ditimbulkan oleh perubahan iklim global. Trend Asia berupaya untuk memotivasi transformasi energi dan pembangunan di Asia dari penggunaan bahan bakar fosil serta konsumsi dan produksi yang berlebihan menuju masa depan yang berkelanjutan menggunakan energi bersih terbarukan, serta bertumpu pada kekuatan masyarakat.