Pernyataan Pers
Pandangan Masyarakat Sipil terhadap RPJMN 2020-2024

Jakarta, 19 Desember 2019-Koalisi Masyarakat Sipil untuk RPJMN 2020-2024 mengkritisi Rancangan Teknokratik RPJMN 2020-2024 yang telah disusun Kementerian PPN/Bappenas pada Juli 2019 sebagai dasar untuk menyusun RPJMN 2020-2024. Untuk diketahui, RPJMN periode 2020-2024 ini adalah tahap akhir dari Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJP Nasional) 2005-2025.

“Pendekatan pembangunannya masih business as usual, berbasis modal. Tentu pro terhadap korporasi besar, bukan ekonomi kerakyatan. Padahal, sejarah membuktikan ekonomi kerakyatanlah yang menyelamatkan kita saat krisis ekonomi terjadi,” papar Sri Palupi dari The Institute for Ecosoc Rights dalam acara peluncuran kertas posisi terhadap Naskah Rancangan Teknokratik RPJMN 2020-2024, Kamis (19/12/2019).

Palupi juga menambahkan bahwa tidak ada kebaruan dalam RPJMN 2020-2024. Akibatnya, hasil pembangunan yang akan dicapai berpotensi sama dengan pencapaian-pencapaian sebelumnya. RPJMN juga tak menampakkan upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan yang menghambat pembangunan, yaitu krisis ekonomi global dan krisis lingkungan.

“Setelah dianalisis, tidak ada yang baru di narasi RPJMN ini. Berbeda sekali dengan apa yang dikatakan Presiden Jokowi kalau ia ingin menggunakan pendekatan pembangunan yang out of the box. Di mana out of the box-nya?” tanyanya retoris.

Siti Rakhma Mary Herwati dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan bahwa setiap program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah seharusnya memastikan akses dan perlindungan bagi warga negara. Namun, hal itu tidak terlihat dalam naskah RPJMN.

“Pendekatannya propemodal dan proinvestasi. Persis seperti masa Orde Baru,” ujar Siti Rakhma Mary Herwati dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Ia menambahkan bahwa pendekatan tersebut berpotensi menutup instrumen hak asasi manusia (HAM) dalam agenda pembangunan. Padahal, seluruh proses pembangunan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan harus berintegrasi dengan hak asasi manusia.

Senada dengan Rakhma, Khamid Istakhori dari Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK) menyatakan bahwa agenda pembangunan RPJMN tidak menyentuh kepentingan buruh. Ia pun secara khusus menggarisbawahi mengenai Omnibus Law.

“Menurut kami, RPJMN 2020-2024 tidak menyinggung kesejahteraan buruh, baik itu upah layaknya, perlindungan, dan keselamatannya. Padahal, itu hak yang harus buruh terima. Belum lagi dengan adanya Omnibus Law yang akan memuluskan kepentingan investor. Itu akan menegasikan pemenuhan hak-hak buruh ke depannya,” ucap Khamid.

Selain pemenuhan hak asasi manusia, Yuyun Indradi, Direktur Eksekutif Trend Asia, menyampaikan kekhawatirannya mengenai agenda pembangunan dari sisi sektor energi.

“Agenda pembangunan kita paradoks. Di satu sisi ingin membangun secara masif, tapi juga sangat mencemari lingkungan. Faktanya, pemenuhan energi di negeri kita masih didominasi oleh batu bara, yang kita tahu dari hulu ke hilir industrinya itu merusak lingkungan,” katanya.

Menurutnya, hal ini jelas menunjukkan belum ada komitmen serius dari pemerintah untuk penurunan emisi karbon secara nasional “Saya berani menyatakan kalau kebijakan emisi rendah karbon tidak menjadi arus utama dalam naskah RPJMN ini,” tegasnya.

Sementara itu, Nibras Fadhlillah dari Kiara mengamati bahwa naskah RPJMN yang ada justru mengalami kemunduran. Khususnya, dalam hal keberlangsungan wilayah dan kehidupan masyarakat pesisir.

“Selama ini, proyek pembangunan yang dilakukan pemerintah di wilayah pesisir itu tidak menyejahterakan masyarakat pesisir. Pembangunan yang ada justru mengambil lahan-lahan yang menjadi wilayah tangkap nelayan,” ucap Nibras.

Ia juga menambahkan bahwa kemunduran RPJMN ini akan membuat masyarakat pesisir semakin terpinggirkan dari agenda pembangunan yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan.

“Ke depan seharusnya ketika pemerintah berbicara bagaimana pembangunan infrastruktur dilakukan dengan besar-besaran, potensi penyelewengan dan korupsinya juga besar, maka seharusnya juga dilakukan pengawasan besar-besaran termasuk di internal,” ujar Tama Satya Langkun dari ICW.

Rekomendasi:

  • RPJMN 2020-2024 perlu disusun dengan pendekatan pembangunan yang berbasis hak asasi sesuai dengan hak-hak yang dijamin dalam UUD 1945 dan hukum HAM internasional.
  • Orientasi pembangunan nasional harus diarahkan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Agenda pembangunan harus mampu melihat kepentingan masyarakat secara luas dan perlindungan HAM bagi masyarakat miskin dan marjinal, minoritas dan kelompok rentan, sosial, dan lingkungan hidup.
  • Memperkuat partisipasi dan akses warga dalam proses pengambilan kebijakan pembangunan.