Jakarta, 10 Maret 2021-PT PLN (Persero) mulai menghentikan kontrak proyek-proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara yang belum mencapai tahap penyelesaian pembiayaan (finansial closing).[1] Namun, proyek yang akan dihentikan ini tidak dijelaskan lebih rinci. Sehingga, muncul pertanyaan besar soal konsistensi komitmen baru PLN terkait penghentian proyek PLTU batubara ini.

Saat ini, terdapat beberapa proyek PLTU batubara yang belum financial closing.  Seperti, proyek PLTU Indramayu 2 berkapasitas 1×1000 MW dan PLTU Tanjung Jati A berkapasitas 2×660 MW di Cirebon, Jawa Barat.

Manajer Advokasi dan Kampanye WALHI Jawa Barat, Wahyudin, mengemukakan bahwa rencana pemerintah pusat membangun PLTU Indramayu 2 sudah tidak relevan karena kebutuhan listrik untuk masyarakat Jawa Barat sudah tercukupi hingga saat ini.

“Sudah lama publik mendesak pemerintah untuk menghentikan pembangunan kedua proyek tersebut. Karena, dampak negatif proyek ini terhadap lingkungan darat, laut, udara, dan mata pencaharian warga serta kontribusi emisi yang berujung pada peningkatan laju perubahan iklim,” imbuhnya.

PLTU Indramayu 2 telah mengubah fungsi lahan pertanian produktif seluas 275,4 hektar. Dampaknya, 790 buruh tani kehilangan pekerjaan yang merupakan akar budaya mereka. Belum lagi, mereka saat ini sudah hidup di bawah bayang-bayang ancaman polusi udara dari PLTU batubara Indramayu 1 yang sudah beroperasi. 

Sementara, PLTU batubara Tanjung Jati A Cirebon mengalihfungsikan lahan tambak garam produktif seluas 230 hektar. Akibatnya, sekitar 224 buruh tambak garam kehilangan sumber mata pencaharian mereka.

Selain itu, tuntutan penghentian pembangunan PLTU batubara ini karena kelebihan kapasitas produksi listrik sebagai akibat dari banyaknya pembangkit.[2] Hal tersebut berdampak besar terhadap pemborosan kondisi keuangan PT PLN.[3]

“PLN seharusnya tidak hanya menyasar penghentian proyek pembangunan PLTU yang belum mencapai tahap financial closing, tetapi juga berhenti membangun proyek-proyek PLTU yang sedang dalam fase awal pembangunan sebagai wujud keseriusan komitmen transisi energi dan transformasi energi yang menyeluruh,” ujar Andri Prasetiyo, Manajer Program Trend Asia.

Ia juga menaruh perhatian bahwa PLN harus terbuka soal daftar proyek PLTU mana saja yang akan dihentikan dalam komitmen tersebut.

“PLN harus segera melakukan langkah konkrit untuk mengidentifikasi dan membuka ke publik terkait data PLTU batubara mana saja yang akan dihentikan proyek pembangunannya. Hal ini untuk memperkecil risiko suap oleh kelompok berkepentingan,” tuntutnya. 

Pada saat bersamaan, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) melalui situs resminya menyatakan mundur dari pembiayaan bisnis batubara.[4] Lembaga keuangan Jepang tersebut turut berperan membiayai PLTU batubara Cirebon 2 ekspansi, berkapasitas 1×1000 MW. 

Komitmen JBIC untuk berhenti dari bisnis pembangkit listrik batubara sudah  terlambat. JBIC berhenti saat sudah tidak ada lagi proyek PLTU batubara yang didanainya di Indonesia, terakhir adalah PLTU Cirebon 2. Proyek yang didanai JBIC ini telah menyeret  lembaga keuangan Jepang ini pada perusakan  lingkungan dan hilangnya mata pencaharian ratusan buruh tambak garam. Selain itu, kedaulatan wilayah tangkap nelayan dan pembudi daya kerang laut semakin menyusut. 

“Secara umum, kami menyambut baik pernyataan atau komitmen JBIC yang tidak akan mendukung pembangunan PLTU baru di luar negeri. Namun, agar hal ini konsisten dengan tujuan Perjanjian Paris, JBIC harus segera menghentikan pencairan dana untuk pembangunan pembangkit listrik batubara yang sedang berlangsung seperti Cirebon 2. Tidak hanya dari sudut pandang iklim, pendanaan pada bisnis-bisnis kotor juga harus dihentikan. Semua aliran dana dalam proyek Cirebon 2 harus transparan,” ujar Hozue dari Friends of the Earth Jepang. 

Untuk itu, kami mendesak:

  1. PLN harus memperjelas dan menjalankan komitmennya dengan menepati janji untuk menghentikan seluruh proyek PLTU batubara yang belum mencapai financial closing termasuk PLTU Cirebon 2 dan Indramayu 2.
  2. PLN harus mempertimbangkan faktor-faktor penting lainnya selain faktor harga produksi energi bersih terbarukan yaitu kondisi overcapacity, krisis keuangan negara, krisis iklim, serta dampak sosio-ekologis terutama kesehatan warga dan lingkungan.
  3. PLN juga harus menghentikan proyek-proyek PLTU batubara yang masih berada di fase awal pembangunan.
  4. JBIC harus menarik dukungan pendanaan di proyek PLTU Cirebon 2 ekspansi sebagai bukti komitmen globalnya berhenti dari pendanaan  proyek pembangkit listrik batubara.
  5. Berbagai pendana batubara lain untuk tidak mengulangi pola JBIC dalam berkomitmen, dan segera beraksi menghentikan dukungannya untuk proyek-proyek batubara di Indonesia.

[1] https://money.kompas.com/read/2021/03/03/072640626/biaya-listrik-energi-terbarukan-kian-murah-pln-hentikan-kontrak-proyek-pltu 

[2] https://money.kompas.com/read/2020/10/02/074542126/terlalu-banyak-pembangkit-listrik-pln-oversupply?page=all 

[3] https://money.kompas.com/read/2020/10/02/110300326/oversupply-listrik-merugikan-pln-kementerian-bumn-pemborosan?page=all 

[4] https://www3.nhk.or.jp/nhkworld/en/news/20210303_16/?fbclid=IwAR0CtYQxWY18kGBHqHCY721-LKB0Tlq71-IUFJiiQWG16SaEpS9vbSO7mek 

Foto PLTU Cirebon (milik WALHI Jawa Barat) -> https://s.id/yJvb2