- Perbankan nasional berkomitmen menerapkan keuangan berkelanjutan, tetapi masih salurkan dana ke proyek batubara. Data Urgewald (2021) menyebutkan, ada enam bank lokal masih memberikan pinjaman ke perusahaan batubara yang terdaftar pada Global Coal Exit List (GCEL) 2020, selama periode Oktober 2018-Oktober 2020 dengan nilai mencapai Rp89 triliun.
- Andri Prasetyo, peneliti Trend Asia menilai, mengkritik, POJK 51/2017 karena tidak secara eksplisit membatasi atau melarang perbankan membiayai proyek-proyek energi batubara. Konseptualisasi ranah proyek yang boleh dan tidak boleh didanai pun tidak jelas.
- Salah satu alasan perbankan nasional hingga kini masih enggan menghentikan pendanaan ke proyek energi kotor lantaran kesadaran publik menekan bank-bank belum terbangun. Untuk itu, perlu ada tekanan publik agar ada daya dorong atau keseriusan perbankan beralih biayai energi terbarukan.
- Didit Wicaksono, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, mengatakan, dari beberapa penelitian Greenpeace dan temuan lapangan, batubara memberikan daya rusak hampir di semua sendi kehidupan, mulai dari lingkungan, kesehatan, sosial, dan ekonomi masyarakat.
Mongabay-Separuh perbankan di Indonesia yang mewakili 91% total aset pasar berkomitmen dalam penerapan keuangan berkelanjutan kalau melihat laporan keberlanjutan dari tiap-tiap bank. Langkah ini seiring dengan komitmen Indonesia mencapai net zero emission pada 2060. Sayangnya, dalam kenyataan, dana-dana perbankan masih mengaliar buat pembiayaan sektor batubara yang jadi bahan baku pembangkit listrik.
Sejumlah bank nasional di Indonesia masih mengalirkan dana ke proyek-proyek batubara, baik PLTU maupun pertambangan. Data Urgewald (2021) menyebutkan, ada enam bank lokal masih memberikan pinjaman ke perusahaan batubara yang terdaftar pada Global Coal Exit List (GCEL) 2020, selama periode Oktober 2018-Oktober 2020 dengan nilai mencapai Rp89 triliun.
Pinjaman terbesar oleh Bank Mandiri US$2,46 miliar setara Rp36 triliun (kurs Rp14.500 per US$), dan BNI US$1,83 miliar, setara Rp27 triliun. Kemudian Bank Rakyat Indonesia (BRI) US$1,76 miliar atau Rp26 triliun, BCA US$0,82 miliar, setara Rp12 triliun, Bank Tabungan Negara (BTN) US$0,10 miliar atau Rp1,5 triliun, dan Indonesia Eximbank US$0,03 miliar atau setara Rp435 miliar.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan. Lewat POJK ini , bank wajib menerapkan keuangan berkelanjutan. Ada 13 bank yang berkomitmen, yakni, Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, BJB, Bank Artha Graha, Bank Muamalat, BSI, CIMB Niaga, OCBC NISP, Maybank, Bank Panin, dan HSBC Indonesia.
Andri Prasetyo, peneliti Trend Asia menilai, ada paradoks antara komitmen perbankan sebagai tindak lanjut terhadap POJK 51/2017 dengan realita masih membiayai proyek-proyek batubara.
Alih-alih jadi perbankan berkelanjutan, katanya, POJK 51/2017 seakan jadi green washing bagi perusahaan-perusahaan perbankan.
Padahal, katanya, bank-bank domestik, jadi penggerak pertama dan perbankan berkelanjutan. BRI, misal, menyatakan secara eksplisit dalam laporan berkelanjutan (sustainability report) -nya tidak lagi mendanai proyek berbahaya dan merusak lingkungan. Namun, secara historis, BRI dan Bank Mandiri paling banyak mendanai proyek-proyek batubara.
“BRI, kalau dibandingkan dengan total kredit yang tersalurkan Rp880 triliun, untuk sektor energi terbarukan Rp14,6 triliun. It means cuma 1,5 persenan.”
Menurut data Urgewald, selama Oktober 2018-Oktober 2020, BRI menyalurkan kredit ke PLN sebanyak US$1.497 juta, Magna Resources Corporation senilai US$150 juta, dan Darma Henwa US$115 juta. Terbaru, BRI terlibat dalam PLTU Jawa 9 dan 10.
“Dalam laporan keuangan, mereka menyatakan berkomitmen mendukung pemerintah menyelesaikan proyek 25.000 Megawatt, yang sebagian besar proyek PLTU,” kata Andri.
Bank Mandiri, yang paling banyak mengucurkan kredit ke proyek-proyek batubara atau senilai US$4.627 miliar yang mengalir antara lain ke PLN US$2.983 juta, Indika Energy US$360 juta, Inalum US$353 juta, Magna Resources Corporation US$272, Sinar Mas Group US$214 juta, dan Titan Infra Energy US$133 juta. Juga ke United Tractors US$131 juta, Toba Bara Sejahtra US$121 juta, Delta Dunia Makmur US$33 juta, dan Adaro Energy US$27 juta.
Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa Koordinator ResponsiBank, membeberkan, total ada US$6,29 miliar atau Rp89 triliun dan underwriting atau penjaminan emisi US$2,64 miliar atau Rp16,6 triliun, dialirkan enam bank nasional ke proyek energi batubara.
Foto: Getty Images.