Warga Banten bersama aktivis Walhi Jakarta, Trend Asia dan Pena Masyarakat menggelar aksi penolakan mega proyek PLTU Jawa 9 & 10 di depan Kedutaan Besar Republik Korea Selatan di Jakarta. Mereka membentangkan spanduk bertuliskan “Is This The Gree(n)d New Deal Mr. President Moon Jae-In? Commit to the Clean! – Stop Funding Dirty Energy Project Java 9 & 10”. Aksi digelar tepat satu hari menjelang dewan KEPCO, perusahaan listrik Korea Selatan- akan menggelar rapat terkait keputusan pendanaan proyek energi kotor ini.

Dalam aksi tersebut, para aktivis dan warga menyerahkan surat terbuka dari masyarakat sipil Indonesia kepada Presiden Moon Jae-in agar mengambil keputusan pembatalan pendanaan. Di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai, aksi ini tetap digelar. Hal ini mengingat betapa berbahayanya proyek tersebut bagi keselamatan dan kesehatan warga jika KEPCO tetap memutuskan untuk mendanainya. Namun demikian, peserta aksi tetap memperhatikan protokol keamanan Covid-19 dengan menggunakan alat pelindung diri, seperti face shield, sarung tangan, dan masker, serta memperhatikan jarak satu dan lainnya.

Rapat dewan KEPCO dengan agenda pengambilan keputusan pendanaan proyek PLTU Jawa 9&10 ini digelar di tengah gencarnya promosi wacana Green New Deal Korea Selatan oleh partai pendukung Presiden Moon Jae-In. Salah satu komitmen dalam kesepakatan baru itu adalah akan dihentikannya pendanaan bagi proyek industri batubara.

“Kami menagih perwujudan komitmen Green New Deal Presiden Moon Jae-In dengan menarik diri dari keterlibatan Korea Selatan dalam investasi energi kotor di PLTU Jawa 9 dan 10,” ujar Andri Prasetiyo, Peneliti dan Pengampanye Trend Asia di lokasi aksi.

Dalam laporan Trend Asia, Walhi Jakarta, dan Pena Masyarakat berjudul “Racun Debu di Kampung Jawara” yang diluncurkan Selasa (23/6/2020) kemarin, proyek PLTU Jawa 9 & 10 tidak layak dan sangat berisiko baik dari sisi ekonomi maupun sosial lingkungan. Sementara itu, pemerintah mengakui adanya kelebihan kapasitas listrik (over capacity) di jaringan Jawa-Bali dan pada saat pandemi ini, selisih kelebihan kapasitasnya akan semakin meningkat dengan turunnya permintaan pasokan listrik. (1)

Saat ini, keuangan PLN juga dalam kondisi merugi dan masih bergantung pada suntikan dana pemerintah Indonesia sehingga Jawa 9 & 10 ini terkesan dipaksakan. Dari sisi bisnis, proyek ini jelas tak menguntungkan bagi investor dan mitranya di Indonesia yakni PLN. Belum lagi, kehadiran PLTU Jawa 9 & 10 ini justru akan menambah beban kesehatan bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

“Atas nama kemanusian dan masa depan lingkungan hidup, Pemerintah Korea Selatan harus menghentikan rencana pembiayaan proyek kotor PLTU Jawa 9 dan 10. Jika ini tetap didanai, akan meningkatkan beban lingkungan dan memperburuk kesehatan masyarakat Banten dan sekitarnya karena tambahan polusi dari proyek ini,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi.

Mad Haer, Ketua Pena Masyarakat Banten meminta pemerintah Korea Selatan untuk memikirkan ulang rencana pendanaan proyek. Ia tak ingin asap-asap PLTU itu menambah kerentanan warga terutama di saat menghadapi krisis virus corona yang menyerang organ pernafasan.

“Polusi udara dari belasan pembangkit listrik batubara di Banten telah menyebabkan kematian dini. Apalagi angka penderita infeksi pernafasan akut (ISPA) dan masyarakat yang mengeluhkan debu dan abu pembakaran PLTU batubara sudah mengkhawatirkan. Proyek ini hanya akan memperparah penderitaan yang dialami kelompok warga usia rentan, terutama balita,” tutur pria yang kerap dipanggil Aeng ini. (*)

Referensi:

(https://bit.ly/ReportBanten)

Laporan Versi Bahasa – Racun Debu Di Kampung Jawara, Investasi Korea Yang Dipaksakan Di Tengah Bencana Iklim dan Kemanusiaan

Laporan Versi Inggris – Java 9 – 10, A Korean Forced Investment In The Midst Of A Climate And Humanitarian Disaster

Foto dan video:

Silahkan kontak [email protected]

https://drive.google.com/drive/folders/1j5T__40w-2ZH9sBfyKtQyZU6EmylIkXX?usp=sharing.