Dunia Energi-Indonesia yang merupakan salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia telah mendapatkan komitmen dari Just Energy Transition Partnership (JETP) dengan estimasi mobilisasi pendanaan transisi energi mencapai US$20 miliar (setara Rp 311 miliar) dan memecahkan rekor sebagai investasi iklim terbesar untuk sebuah negara. Jika Indonesia dapat benar-benar keluar dari batu bara setelah mengutilisasi skema transisi ini, hal ini dapat meningkatkan selera negara lain untuk mempercepat proses dekarbonisasi-nya.

Salah satu bukti mulai terdorongnya negara lain untuk mempercepat transisi energi adalah kesepakatan yang baru saja terjalin antara Vietnam bersama kelompok mitra negara maju yang telah meluncurkan JETP di KTT EU-ASEAN 2022 dengan target nilai investasi USD 15.5 miliar (setara Rp 241 triliun). Diluncurkannya JETP Vietnam dan sebelumya Indonesia, pada akhir tahun 2022 ini dapat mendorong negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara untuk meluncurkan inisiatif serupa dalam waktu dekat.

Skema pendanaan JETP Vietnam akan dibagi 50/50 antara pembiayaan publik dan pembiayaan swasta, dimana beberapa anggota Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) seperti HSBC, Bank of America and Mizuho akan secara langsung mengkoordinasi sumber swasta tersebut.

Rencana investasi JETP Vietnam yang disebut Resource Mobilisation Plan, akan difinalisasi paling lambat November 2023 dan akan berfokus pada identifikasi permasalahan terkait hambatan investasi dan peluang untuk meningkatkan sumber energi terbarukan seperti angin dan solar, isu pekerjaan dan kendaraan listrik. Sampai saat ini, persentase dari pembiayaan JETP Vietnam, baik dalam bentuk pinjaman atau hibah masih belum diketahui.

Sudah ada beberapa rencana yang akan dilakukan Vietnam terkait dengan pendanaan tersebut, salah satunya adalah mempercepat lima tahun target peak emission mereka yang sebelumnya menjadi tahun 2030. Vietnam juga akan melakukan phase out dari batu bara kotor setelah 2030 dan melakukan negosiasi terkait PLTU batu bara yang sudah tua. Selain itu, mereka juga akan meningkatkan pembangkitan listrik dari sumber energi terbarukan menjadi 47% dari 36% pada tahun 2030.

Achmed Shahram Edianto, Asia Electricity Analyst di EMBER, mengatakan JETP Vietnam dapat merubah kebijakan dan peta jalan energi Vietnam yang sebelumnya masih terpaku pada batu bara. Rencana energi Vietnam sudah ditunda dan direvisi lima kali dalam waktu dua tahun dan draf terakhir masih mengisyaratkan peran besar dari batu bara dalam peta jalan transisi energi.

“Dengan pembiayaan sebesar US$15.5 miliar ini, Vietnam diharapkan dapat mengubah arah peta jalur transisi energinya dan meningkatkan bauran energi bersih terbarukan dan memprioritaskan penurunan bauran batu bara pada sistem ketenagalistrikannya,” ujar Achmed, Selasa (20/12).

Batu bara masih mendominasi sistem ketenagalistrikan Vietnam dan pada tahun 2020, sekitar setengah dari kebutuhan listrik negeri naga biru berasal dari batu bara. Vietnam menyatakan bahwa mereka menargetkan untuk mencapai target nol emisi pada 2050 dan menandatangani komitmen Global Coal to Clean Power Transition di KTT Iklim COP 26 pada November 2021.

“Skema transisi berkeadilan sebesar USD 15.5 miliar ini dapat membantu Vietnam dalam mempercepat transisi keluar dari energi fosil batu bara. Namun, beberapa hal harus diperhatikan agar inisiatif ini dapat berjalan lancar, yaitu dengan memperhatikan aspek transparansi, akuntabilitas, dan inklusivitas. Vietnam juga harus bisa merubah kebijakan energinya agar dapat segera keluar dari batu bara dan bertransisi menuju energi bersih terbarukan guna menghindari jebakan hutang dan kegagalan memangkas level emisi. Mereka juga harus berhenti mendukung solusi palsu dan mahal seperti energi gas dan advanced coal technology,” ujar Andri Prasetiyo, Peneliti di Trend Asia.

Baca selengkapnya…

Foto: Melvinas Priananda/Trend Asia