Serang, 17 Februari 2021 – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) mencabut gugatan izin lingkungan pembangunan PLTU Jawa 9-10 karena obyek gugatan telah diubah. Gubernur Banten mengakui adanya perubahan izin lingkungan namun menolak membukanya dalam persidangan. Dalam hal ini, hakim PTUN juga tidak mendorong Pihak Tergugat membuka izin terbaru meski memiliki otoritas untuk melakukannya.

Pencabutan gugatan diajukan oleh kuasa hukum Penggugat dalam persidangan pada tanggal 27 Januari 2021. Setidaknya terdapat tiga alasan mendasar dilakukannya pencabutan gugatan dengan nomor Perkara No.51/G/LH/2020/PTUN.SRG:

Bahwa dalam proses persidangan terdapat perubahan SK TUN objek Gugatan yaitu Surat Keputusan Kepala DInas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Banten Nomor : 570/2/ILH.DPMPTSP/III/2017 tentang Pemberian Izin Lingkungan Kepada PT. Indonesia Power Rencana Kegiatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya 9-10 menjadi Surat Keputusan Izin Lingkungan yang diterbitkan tahun 2019
Bahwa hal tersebut terbukti dalam persidangan berdasarkan keterangan kuasa hukum Tergugat, oleh karena Objek Gugatan telah diubah maka Objek Gugatan tidak lagi memiliki kekuatan hukum dan mengikat, sehingga perkara tidak relevan lagi untuk dilanjutkan.

Bahwa Penggugat mencoba mendapatkan perubahan Izin Lingkungan terbaru dengan mengajukan permohonan informasi publik kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia (BKPM RI) tertanggal 21 Desember 2020. Namun BKPM RI menyatakan bahwa informasi yang dimintakan merupakan informasi yang dikecualikan sehingga sampai dengan siaran pers ini disebarluaskan, Penggugat belum mendapatkan Perubahan Izin Lingkungan terbaru.

Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa keterbukaan informasi di Indonesia hingga saat ini masih kelam. Ronald Siahaan, kuasa hukum Penggugat menyatakan keprihatinannya atas proses persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Henriette S Putuhena SH MH, dan Hakim Anggota Eri Elfi Ritonga SH MH serta M Ikbar Andi Endang.

“Kami prihatin dan kecewa atas semakin buruknya keterbukaan informasi lingkungan di negara kita. Publik tidak mendapatkan informasi Izin Lingkungan, padahal dokumen tersebut termasuk sebagai informasi publik karena merupakan Surat Keputusan yang wajib diumumkan kepada publik dan dalam proses pembuatannya mewajibkan adanya partisipasi masyarakat”.

Selain menyoroti tentang buruknya aspek keterbukaan informasi publik, Tim Kuasa Hukum Penggugat juga menyoroti kinerja hakim PTUN Serang sebagai pemeriksa perkara, karena selama proses persidangan tidak menghadirkan pihak terkait dalam gugatan yaitu PT. Indo Raya Tenaga yang merupakan special purpose vehicle atau entitas penting dalam proyek pembangunan PLTU Jawa 9-10.

“Padahal dalam persidangan, Majelis Hakim sempat menjanjikan akan menghadirkan PT. Indo Raya Tenaga ke dalam persidangan, selaku entitas yang memegang Izin Lingkungan baru akibat adanya pergantian kepemilikan kegiatan/usaha dari sebelumnya yang dipegang oleh PT. Indonesia Power,” ungkap Karsidi, Kuasa Hukum Penggugat.

Atas pencabutan ini, WALHI juga tidak menutup kemungkinan untuk melakukan gugatan sengketa informasi publik terhadap keberadaan Izin Lingkungan Baru apabila dokumen publik tersebut terus ditutupi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia (BKPM RI). Terlebih dokumen tersebut adalah dokumen penting yang menjadi dasar rujukan masyarakat dalam praktik pengawasan pembangunan.

WALHI dalam hal ini akan terus memperjuangkan penghentian rencana pembangunan PLTU 9-10 melalui jalur gugatan hukum ketika izin baru telah dapat diakses. Sebab keberadaan unit PLTU ini akan membawa dampak serius terhadap masalah kesehatan masyarakat dan penurunan kualitas lingkungan khususnya di wilayah Banten. (*)