Suara-Seketika raut muka Sulaiman berubah jadi muram saat melihat buah hatinya sakit. Bintik merah di wajah hingga ke sekujur tubuh kian banyak. Ia makin panik ketika suhu tubuh anak Sulaiman naik tingggi hingga mencapai 39 derajat celcius. Sang anak tak berhenti menangis, ia mencoba menenangkan dengan menggendong sembari mengayun-ayunkan anaknya.

”Sakitnya seperti cacar,” ujar Sulaiman saat ditemui di rumahnya di Desa Karang Taruna, Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Senin, 29 Mei 2023 lalu.

Sulaiman menduga penyakit yang diderita anaknya itu akibat aktivitas Pembangkit ListrikTenaga Uap atau PLTU Pelabuhan Ratu. Air sumur yang digunakan untuk mandi pun turut tercemar limbah batubara dan asap pekat yang keluar saban sore, pukul 16.00 WIB. ”Sebelumnya tidak pernah terjadi. Ini karena PLTU,” ujarnya.

Kondisi serupa dialami oleh Makyun –bukan nama sebenarnya. Anaknya tiba-tiba sakit dengan gejala bintik-bintik, demam, dan muntah pada 16 Mei 2023. Ia buru-buru membawa ke Rumah Sakit Pelabuhan Ratu yang berjarak sekitar 2 kilometer. Setiba di rumah sakit, Makyun terhenyak mendapati puluhan anak-anak dengan gejala yang sama tergeletak di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). ”Jumlah anak-anaknya banyak. Lebih banyak pasien anak dari pada orang dewasa atau tua,” ujar Makyun.

Dokter yang menangani anak Makyun bercerita kepadanya. Salah satu sakit yang diderita puluhan anak di wilayah PLTU Pelabuhan Ratu menyerupai cacar. Kendati demikian, dokter belum bisa mendiagnosa secara pasti sakit yang diderita puluhan anak yang tinggal di sekitar PLTU. ”Tidak dikasih tahu sakitnya,” ujar Makyun.

Tak hanya faktor kesehatan, dampak lain dari aktivitas PLTU menurunya hasil tangkapan nelayan di wilayah Pelabuhan Ratu. Supardi, nelayan yang telah 20 tahun lebih melaut mengaku alami kesulitan memperoleh ikan. Lalu lalang kapal pengakut batu baramenyulitkannya melaut. Aktivitas kapal batubara juga mengancam nyawa sejumlah nelayan. Risiko terberat, kata Supardi ditabrak.

Hasil riset yang dirilis Trend Asia terkait PLTU Co-firing menunjukkan pemanfaatan kaliandra sebagai bahan bakar co-firing pada PLTU dengan kadar 10 persen di 107 unit termasuk PLTU Pelabuhan Ratu berpotensi menghasilkan setidaknya 13,22 juta ton karbon dioksida per tahun.

Sementara ketika menggunakan pelet kayu dari pohon gamal, maka dapat menghasilkan emisi total sebesar 26,68 juta ton karbondioksida, dan eukaliptus sebesar 12 juta ton karbon dioksida.

Dalam perhitungan yang dilakukan Trend Asia ketika pemanfaatan kayu akasia sebesar 2.758.799 hektar untuk pemanfaatan biomassa maka ada potensi deforestasinya mencapai 1 juta hektar. Begitu juga dengan kayu kaliandra dengan luasan yang sama berpotensi menghasilkan deforestasi seluas 755 ribu hektar, gamal 2 juta hektar, dan eukaliptus 1 juta hektar

Dikonfirmasi akan hal itu, Perhutani

Baca selengkapnya…

Foto: Abdus Somad/Suara.com