Polusi udara dari PLTU Suralaya, Banten, diperkirakan bertanggung jawab atas 1470 kematian dini per tahun. Menurut penelitian CREA, satu-satunya solusi bagi polusi pembangkit di Indonesia adalah melalui energi terbarukan

Deutsche Welle-Kesimpulan itu dirilis dalam laporan penilaian dampak kesehatan oleh Center for Research on Energy and Clean Air (CREA), Selasa (12/9). Menurut lembaga asal Finlandia itu, pembangkit uap bertenaga batu bara tidak hanya menciptakan kerugian ekonomi, tapi juga mengancam kesehatan masyarakat, terutama di utara Provinsi Banten.

CREA menemukan, polusi partikel halus dari PLTU Suralaya mengandung PM 2.5, nitrogen dioksida, sulfur dioksida dan ozon. Jika terpapar, senyawa-senyawa tersebut bisa menyebabkan gangguan pernafasan akut.

Polusi udara dari PLTU Suralaya tercatat menyebabkan 1470 kasus kematian prematur per tahun dengan kerugian senilai USD 1.04 miliar atau sekitar Rp. 14,2 triliun.

Untuk mengukurnya, peneliti menghitung mutu udara dari kompleks PLTU Suralaya dan memprediksi sebaran polutan di wilayah sekitar.

CREA menemukan tingkat polusi akan banyak berkurang jika standar batasan polusi nasional diterapkan. “Apabila standar nasional ditegakkan, polusi udara akan berkurang, mencegah hingga 97 sampai 268 kasus kematian, 141–300 kunjungan ke unit gawat darurat, 17–236 kasus asma baru pada anak, 74–157 kelahiran prematur dan 59.000–125.000 ketidakhadiran kerja. Penurunan kerugian kesehatan ini akan menghemat perekonomian Indonesia sebesar Rp0,940–2,6 triliun,” tulis lembaga tersebut.

Batu bara merupakan komoditas unggulan yang dicanangkan sebagai pondasi pertumbuhan oleh pemerintahan Joko Widodo. Tidak hanya diekspor, sejak 2020 tambang batu bara diwajibkan menyisihkan 25 persen kapasitas produksi untuk dijual kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan harga maksimal USD 70 per ton.

Menurut PLN, saat ini sebanyak 61,55 persen kebutuhan listrik di Indonesia dipasok dengan pembangkit bertenaga batu bara. Namun dengan minimnya komitmen pengendalian polusi, emisi pembangkit uap di Indonesia tercatat meningkat dua kali lipat dalam satu dekade terakhir.

Pengendalian atau transisi energi hijau

Banyaknya jumlah PLTU di Indonesia, lokasinya yang dekat dengan perkotaan dan kurangnya penerapan pengendalian emisi, memberikan kontribusi signifikan terhadap salah satu “krisis polusi udara paling serius di dunia,” yang berdampak negatif bagi masyarakat, tulis CREA. Selain kerugian ekonomi senilai USD 220 miliar per tahun, polusi batu bara berkontribusi terhadap menurunnya tingkat harapan hidup sebanyak lima tahun.

Baca selengkapnya…

Foto: Melvinas Priananda/Trend Asia