Apakah Anda pernah menyesap nikmatnya kopi Sidikalang? Tahukah Anda jika kopi yang mendunia itu berasal dari Kabupaten Dairi, Sumatera Utara? Kabupaten tersebut memiliki luas 192.780 ha dengan jumlah penduduk per tahun 2023 sebanyak 322.122 jiwa. Kopi hanyalah satu dari hasil pertanian dan perkebunan di tanah Dairi. Selain kopi, Dairi punya hasil pertanian berupa padi, kelapa, cokelat, nanas, durian, pinang, duku, manggis, gambir, jeruk purut dan rempah rempah terbaik lainnya. Hasil pertanian itu mampu membawa anak-anak Dairi bersekolah hingga ke perguruan tinggi. Sayangnya, kekayaan komoditas dari Kabupaten Dairi itu terancam akibat kehadiran PT Dairi Prima Mineral di daerah tersebut.

Mimpi buruk itu datang sekitar 15 tahun lalu, tepatnya mulai tahun 2008 warga Dairi mulai berjuang mempertahankan ruang hidupnya akibat kehadiran perusahaan tambang. Sebelumnya pada tahun  1998, PT Dairi Prima Mineral mendapat Kontrak Karya dari pemerintah Indonesia dengan luas konsesi 27.420 Ha. Dan kemudian mengalami perubahan teknis-administrasi, luas areal konsesi PT DPM kini menjadi 24.636 ha yang tersebar di tiga kabupaten dan dua provinsi yakni kabupaten Dairi, Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Subulussalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pusat tambang PT DPM sendiri terletak di Desa Longkotan, Kecamatan Silima Pungga Pungga. Kala itu, 70% saham perusahaan ini dimiliki oleh Herald Resources Limited dan sisanya dimiliki oleh PT ANTAM (Aneka Tambang) Tbk. Kemudian, saham perusahaan beralih 100% ke PT Bumi Resources Minerals (BRMS), milik keluarga Aburizal Bakrie. Namun, BRMS tak mampu membayar hutang hingga mereka menjual 51% sahamnya kepada Non Ferrous China (NFC).

Sejak kehadiran PT DPM ke wilayah Dairi, perusahaan ini terus mendapat penolakan dari masyarakat karena perusahaan itu menambang petaka di tanah mereka. Hidup warga Dairi tak pernah tenang sejak 15 tahun lalu. Pemberian izin kepada PT DPM oleh pemerintah Indonesia tak hanya mengancam keragaman hasil pertanian dan perkebunan di Dairi, tapi juga menggadaikan keselamatan warga. PT Dairi Prima Mineral terletak di wilayah rentan gempa, di patahan megathrust sumatera dan dilalui oleh patahan Lae Renun, Angkola, dan Toba.

Tercatat sejak 2006 sampai 2011, PT DPM telah melakukan pemboran di 372 titik yang tersebar di desa Longkotan, Bongkaras. Proses pemboran tersebut mengakibatkan terjadinya kebocoran limbah pada 27-31 Januari 2012, terjadi kebocoran limbah PT DPM dan mencemari sawah dan aliran di sungai Sikalombun. Limbah ini juga mencemari sumber air untuk irigasi sawah di Desa Bongkaras dan Tungtung Batu. Warga pun melakukan demonstrasi ke PT DPM dan memblokir jalan pemboran di Sikalombun desa Bongkaras. Pengeboran dihentikan selama 5 hari menunggu perundingan kedua belah pihak dan tidak mendapat titik temu sehingga pada 1 Maret 2012, semua peralatan eksplorasi diangkut oleh PT DPM.

Aktivitas pertambangan dari PT DPM mengakibatkan penebangan hutan, khususnya untuk pembangunan bak penampungan limbah di masa eksplorasi. Sebab, untuk pengeboran satu lubang bor dibutuhkan pembukaan hutan seluas 20 x 20 meter atau 400 meter persegi. Selain itu, penebangan kayu dan pembukaan hutan seluas 800 meter persegi juga diperlukan untuk pembangunan basecamp pekerja yang melakukan pengeboran. Akibat penebangan hutan itu, Kabupaten Dairi kehilangan daerah resapan air dan ini diduga menjadi penyebab banjir bandang di Desa Bongkaras dan Parongil, Kecamatan Silima Pungga Pungga. Banjir bandang itu meluluhlantakan pemukiman warga, lahan pertanian, dan fasilitas desa. 6 orang warga pun meninggal terbawa arus dan hingga kini, jasad 2 warga di antaranya belum ditemukan.

Aktivitas pertambangan pun dilakukan di dekat sumber mata air warga yakni Lae Puccu, hanya berjarak 270 meter. Di mana sumber air ini menghidupi sekitar 9500 jiwa atau 7 desa 1 kelurahan. 

Masalah yang dibuat oleh PT DPM tak berhenti di situ. PT DPM pun membahayakan keselamatan warga dengan membangun tailing yang hanya berjarak 20-60 meter di belakang rumah warga, sekolah SD dan rumah ibadah. Hal ini memicu getaran yang mengakibatkan rumah warga retak ketika perusahaan itu melakukan pengujian stone column pada tahun 2021.

Masalah bertubi-tubi yang didapat warga akibat kehadiran PT Dairi Prima Mineral. Amarah warga yang kian memuncak menjadikan mereka memutuskan untuk memperoleh keadilan secara hukum. Sejak 2019, warga Dairi tak putus menuntut keterbukaan informasi dari pemerintah atas pembangunan perusahaan tambang tersebut di antaranya menyurati Kementerian ESDM untuk memohon informasi status operasi produksi terbaru PT DPM, mengajukan surat keberatan permohonan informasi kepada PPID Kementerian ESDM, mengajukan permohonan sengketa informasi publik kepada ketua Komisi Informasi Pusat, hingga membuat pengaduan kepada Ombudsman Internasional CAO terkait pendanaan anak Bank Dunia (IFC) ke PT DPM.

Perlawanan warga makin besar pada tahun 2020 dengan melakukan konferensi Pers Internasional untuk meminta tinjau atas Adendum ANDAL, dan berlanjut hingga 2022, warga rela bolak-balik dari Dairi ke Jakarta untuk menghadiri sidang-sidang yang berlangsung di PTUN Jakarta. Sidang di PTUN tersebut dimenangkan oleh warga Kabupaten Dairi. Sayangnya, alih-alih membuka informasi yang diminta warga, Kementerian ESDM tak terima dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan MA justru memenangkan Kementerian ESDM.

Meski begitu, warga tak putus asa. Mereka melakukan audiensi kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk meminta rekomendasi yang ditujukan kepada presiden, KLHK, dan ESDM untuk melakukan kajian analisis risiko bencana dan menyurati OMBUDSMAN karena pembatasan kebebasan berpendapat warga yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Dairi dan kepolisian.

Selain itu, di tahun 2022 warga juga menyurati PPID KLHK terkait permohonan informasi tentang persetujuan lingkungan atau kelayakan lingkungan hidup kegiatan pertambangan seng dan timah di Kecamatan Silima Pungga Pungga Dairi. Warga pun mengajukan keberatan ke KLHK karena menerbitkan SK Persetujuan Lingkungan Kelayakan Hidup Kegiatan Pertambangan Seng dan Timbal di Kecamatan Silima Punga Punga dan berlanjut mengajukan banding administrasi kepada Presiden pada tahun 2023 dan mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta. Sepanjang proses persidangan, warga Dairi selalu hadir baik di dalam ruang persidangan maupun melakukan aksi solidaritas di depan gedung PTUN Jakarta. Pada 24 Juli 2023, PTUN Jakarta memenangkan gugatan warga, sayangnya KLHK dan PT DPM mengajukan banding ke PTTUN dan pada 22 November 2023, hakim PTTUN justru membatalkan putusan PTUN Jakarta.

Meski hakim PTTUN tak berpihak pada keselamatan warga Kabupaten Dairi, warga tak putus harapan. Kini, di tahun 2024, warga pun tetap melanjutkan perjuangan dengan menempuh jalur Kasasi.

Akankah Mahkamah Agung mengutamakan keselamatan warga dan keragaman hasil pertanian dan perkebunan di Kabupaten Dairi kali ini? Mari kita pantau proses gugatan hukum yang berlangsung dan memperbanyak solidaritas kepada masyarakat Kabupaten Dairi.

***

Foto: Sylvianty