Stunting adalah permasalahan yang paling mengancam menuju Indonesia Emas 2045. Sayangnya, pembahasan stunting masih jarang yang menguak kandungan gizi ibu dan anak yang tinggal di wilayah tercemar.

Prohealth-Seorang bocah lelaki berusia 3,5 tahun, Aldo, ngambekkarena mainan mobil-mobilan miliknya direbut seorang teman. Sontak Aldo tantrum, merengek di pelukan sang ibu, Jemima (bukan nama sebenarnya).

“Aldo mau apa? Mau jajan, ini ada snack dan coklat,” ujar salah seorang anak perempuan tetangga yang usianya lebih tua 3 tahun dari Aldo. Dengan sikap lebih dewasa, ia coba membantu menenangkan Aldo.

Seperti tertulis dalam artikel Prohealth.id sebelumnya berjudul Ibu dan Anak, Mereka yang Tersingkir dan Terbenam dalam Kepulan Asap, Aldo punya beberapa makanan kesukaan. Terfavorit, ikan dan ayam goreng. Untuk konsumsi susu, dia hobi minum susu cokelat kemasan.

Keluarga Aldo biasa berbelanja ikan, ayam, sayuran, serta kebutuhan makanan lain di pasar Pulo Rida atau Pulo Kilo. Maklum, lahan sekitar rumah tidak terlalu produktif dimanfaatkan untuk menanam sayuran.

Waktu mulai menunjukkan sekitar pukul 16.30 WIB. Tampak seorang pria masuk ke dalam rumah dengan pakaian proyek. Ia masuk kamar dan mengganti baju dengan kaos oranye serta celana pendek. Lelaki itu adalah Adit (bukan nama sebenarnya), ayah Aldo yang menjadi buruh harian di proyek pembangunan. Ia lalu mengambil ember dan alat pancing.

“Ini mau pergi memancing dulu, lumayan buat disimpan, nanti bisa dimakan,” ujar Adit kepada Prohealth.id saat dijumpai di rumahnya, Senin (27/11/2023).

Adit menceritakan bahwa sebelum menjadi buruh proyek, ia biasa menjadi nelayan di Suralaya. Namun, karena ramainya pembangunan proyek PLTU, ia beralih profesi.

“Biasanya cuma mancing dapat 3-5 ekor, lumayan buat makan di rumah. Jenisnya ikan belanak,” kata Adit.

Selain Adit, ada juga Turnip (bukan nama sebenarnya) yang sudah menjadi nelayan sejak tahun 70-an. Sambil meneguk secangkir kopi di hutan kota binaan PT PLN Indonesia Power, ia menceritakan keramaian aktivitas masyarakat di pesisir Suralaya sebelum ada PLTU. Menurut Turnip masyarakat bukan hanya mencari ikan, melainkan sudah membangun kios-kios kecil di pesisir pantai untuk menjamu wisatawan yang datang ke pantai tersebut.

“Sampai dengan awal 1980-an, masih dapat banyak ikan. Sejak ada PLTU, jumlah ikan pun makin sedikit yang bisa kami tangkap,” tutur Turnip kepada Prohealth.id (27/11/2023).

Prohealth.id mencatat, PLTU Suralaya mulai resmi beroperasi pada 1985. Sejak itu, sampai hari ini telah ada unit 1-8 PLTU dengan total kapasitas 3.500 megawatt. Selama ini, PLTU Suralaya melayani kebutuhan listrik di Jawa dan Bali dengan kebutuhan batu bara sekitar 32.000 ton per hari. Saat ini sedang dibangun PLTU unit 9-10 dengan kapasitas 2×1000 megawatt.

Minimnya Hasil Tangkapan Ikan

Ketika meninjau Pelabuhan Nelayan Suralaya secara langsung, Prohealth.id menemukan lokasi pelabuhan memang berada persis di antara proyek PLTU unit 9-10 dan kantor polisi. Tak hanya itu, jalan masuk ke pelabuhan pun sangat sempit karena hanya bisa dilalui satu mobil saja. Sesampainya di dalam pelabuhan, lokasi daratan menjadi parkiran motor para buruh proyek PLTU. Selain itu terdapat deretan rumah makan untuk tempat istirahat dan makan siang buruh proyek. Hanya terparkir kapal nelayan tak lebih dari 30 unit tanpa aktivitas apapun.

“Cari ikan di sini sudah susah, karena tidak ada orang mau mancing. Kalau mau beli di Pulo Kilo atau Pulo Rida,” ujar Turnip.

Dari tinjauan satelit Trend Asia pada Juli 2023, terlihat lanskap  Suralaya berubah signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Luasan pelabuhan nelayan tergerus, secara otomatis mengakibatkan turunnya aktivitas melaut.

Menurut Juru Kampanye Energi Trend Asia, Novita Indri selama mendampingi warga Suralaya ia mengaku mendapatkan banyak keluhan terkait tangkapan ikan yang makin menurun. Kondisi tersebut terjadi karena wilayah pantai telah tiada utamanya setelah unit 9 dan 10 mulai dibangun.

“Kini nelayan tersisa, mereka hanya dapat 1-3 kg per hari untuk konsumsi pribadi, belum tentu untuk jual ke warga,” ujar Novita.

Pernyataan Novita terbukti. Selaras dengan pengakuan Turnip, rerata ikan yang dijual di Pulo Kilo berasal dari Pesisir Salira yang terbentang di jalur Merak-Serdang. Sebagian lagi ikan datang dari Labuan bahkan dari luar wilayah Cilegon.

Baca selengkapnya…

Foto: Melvinas Priananda/Trend Asia