Kompas-Substansi Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan atau RUU EBET dinilai belum cukup menunjukkan upaya pemerintah untuk mendorong transisi energi yang berkeadilan. Itu di antaranya tampak pada pencantuman sejumlah sumber energi baru dalam RUU EBET yang dinilai bukan sumber energi yang patut didorong dalam transisi yang berkelanjutan.

Pemerintah didesak fokus pada energi terbarukan ketimbang energi baru. Upaya mendorong percepatan transisi energi berkeadilan itu mesti sejalan dengan pengurangan emisi karbondioksida dan menekan kenaikan suhu global salah satunya, memberi insentif untuk energi bersih dan terbarukan.

Deputi Program Lembaga Kajian Lingkungan Hidup Indonesia (ICEL) Grita Anindarini mengemukakan, regulasi insentif untuk energi baru dan energi terbarukan tidak dapat disamakan. Energi yang berasal dari bahan bakar fosil tidak layak untuk diberikan subsidi, bahkan perlu dikenakan cukai (disinsentif) karena penggunaannya berdampak buruk terhadap krisis iklim.

Aturan insentif bagi penggunaan energi terbarukan harus lebih diutamakan sebagai upaya mencapai target bauran sebesar 23 persen pada 2025. Ini tercantum dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang mengatur insentif secara signifikan baik fiskal maupun nonfiskal bagi konsumen pengguna energi terbarukan.

”RUU ini seharusnya berfokus ke energi terbarukan sehingga dapat menjadi dasar hukum yang kuat dan memberikan kepastian hukum. Selain juga memaksimalkan investasi di bidang energi terbarukan, sebagai bagian dari transisi energi dalam upaya menekan emisi,” ujarnya saat diskusi dan konferensi pers ”Salah Arah RUU EBET” di Jakarta, Senin (6/2/2023).

Menurut Grita, isi RUU EBET yang mencampuradukkan energi fosil, nuklir, dan energi terbarukan dalam satu undang-undang menjadi tidak jelas upaya transisi energi. Sebab, sumber energi baru yang merupakan produk hilirisasi batubara dan PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir) akan memperbesar potensi aset terbengkalai serta tidak signifikan untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK).

”Padahal jika dibandingkan dengan sumber energi terbarukan, seperti angin dan matahari, pembangunan dan penggunaan nuklir memerlukan biaya tiga hingga lima kali lebih mahal,” ujarnya.

Sementara Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hadi Priyanto berpendapat, transisi ke energi bersih dan terbarukan mendesak dilakukan untuk mengatasi krisis iklim yang kian mengancam. Dampak dari krisis iklim di antaranya terlihat dari peningkatan intensitas bencana hidrometeorologi, kenaikan permukaan air laut, dan cuaca ekstrem.

Gasifikasi batubara

Grita menyoroti gasifikasi batubara bukanlah solusi dalam mengatasi krisis iklim karena emisi yang dihasilkan masih lebih tinggi daripada gas alam dan energi terbarukan. Emisi gasifikasi batubara itu hanya lebih rendah daripada batubara konvensional.

Apalagi pengembangan pembangkit listrik dari gasifikasi batubara hanya akan menghasilkan emisi karbondioksida dua kali lipat dibandingkan dengan pembangkit listrik dari gas alam. Selain pencemaran udara, pengembangan energi baru itu berdampak kepada kualitas air.

Menurut Juru Kampanye Energi Terbarukan Trend Asia Beyrra Triasdian, produk turunan batubara dalam RUU EBET, seperti gas metana batubara (coal bed methane), batubara tercairkan (liquified coal), dan batubara tergaskan (gasified coal), telah dianggap sebagai energi baru. Padahal, ini jelas menghambat penurunan emisi GRK dan menjadi kemunduran untuk proses transisi energi.

Sumber energi baru, seperti batubara, bukan hanya berisiko tinggi terhadap lingkungan, melainkan juga membebani keuangan negara. Gasifikasi batubara misalnya, kata Beyrra, diperkirakan merugikan negara sebesar 377 juta dolar AS per tahun.

Selain itu, pilihan energi terbarukan seharusnya mendorong transisi energi berkeadilan dan tidak memicu pemanfaatan sumber daya alam yang berpotensi merusak lingkungan. Berry mencontohkan, biomassa pelet kayu memiliki potensi besar deforestasi ketika digunakan untuk memenuhi co-firing PLTU (pembangkit listrik tenaga uap). Hal ini seharusnya tidak direkomendasikan sebagai energi terbarukan.

Baca selengkapnya…

Photo by Tim Foster on Unsplash