ApahabarIndonesia telah berkomitmen untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah menjanjikan banyaknya CO2 yang akan dikurangi melalui National Determined Contribution(NDC).

Caranya dengan upaya sendiri akan mengurangi 32% emisi dalam negeri dan 43% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Komitmen ambisius itu, salah satunya perlu sumbangsih dari sektor energi.

Indonesia berupaya memenuhi komitmen untuk mengurangi emisi CO2 dengan tetap mendukung pembangunan dan pemulihan ekonomi. Di sisi lain, pemerintah aktif mendorong investasi hingga menjadikan industri tambang sebagai Proyek Strategi Nasional (PSN).

Legal Advocate Trend Asia Arko Tarigan menilai kebijakan PSN yang digagas pemerintah tidak semulus yang disangka. Terbukti dari maraknya kecelakaan kerja yang menimpa para pekerja di industri tambang nikel.

Teranyar, kecelakaan kerja diduga telah menewaskan satu orang pekerja di kawasan tambang milik PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada Kamis (3/8). Dari informasi yang beredar, kecelakaan menimpa pekerja dari PT OSMI (Ocean Sky Metal Industry).

Menurut Arko, hal itu disebabkan karena tidak adanya keseriusan negara, dalam hal ini pemerintah, untuk mengawasi perusahaan-perusahan tambang, khususnya industri pemurnian nikel.

“Ya ini kan lalainya negara, nggak serius dia (pemerintah) dalam mengawasi perusahan-perusahaan ini (nikel),” jelasnya kepada apahabar.com, Minggu (6/8).

Data yang dihimpun Trend Asia Arko menyebutkan, sedikitnya terdapat 1.686 pengawas ketenagakerjaan yang diutus untuk melakukan pengawasan terhadap 343 ribu perusahaan di seluruh Indonesia.

Berarti, lanjut Arko, dapat diperkirakan satu orang pengawas ketenagakerjaan bertugas untuk mengawasi sedikitnya 200 perusahaan. Apakah ini masuk akal?

“Sebenarnya kan, kalau mau ideal, ya satu orang mengawasi sedikitnya 60 perusahaan saja,” papar Arko.

Baca selengkapnya…

Foto: Pabrik pengolahan Nikel di Bantaeng, Sulawesi Selatan. (Melvinas Priananda/Trend Asia)