Kompas-Kelestarian lingkungan dan ruang hidup masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil kerap terancam oleh aktivitas pertambangan. Salah satu upaya melindungi wilayah ini adalah dengan menolak uji materiil sejumlah pasal yang tertuang dalam Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Perlindungan terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tertuang dalam sejumlah pasal Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Beberapa waktu lalu, PT Gema Kreasi Persada (GKP) mengajukan uji materiil UU 1/2014 di Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap ada ketidakkonsistenan dalam Pasal 23 dan 35. Pasal 23 menyebutkan bahwa pertambangan bukan kegiatan yang diprioritaskan di pulau-pulau kecil. Sebaliknya, Pasal 35 menyatakan terdapat celah atau ruang untuk melakukan kegiatan pertambangan dengan catatan pertimbangan teknis, sosial, dan ekologis.

PT GKP memiliki izin usaha pertambangan (IUP) seluas 850,9 hektar di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Satu dari sejumlah perusahaan yang memiliki IUP Pertambangan di Wawonii ini telah melakukan produksi hingga pengangkutan bijih nikel sejak pertengahan 2022. Namun, warga dan perusahaan beberapa kali terlibat konflik karena persoalan lahan.

Menanggapi uji materiil ini, Teo Reffelsen dari Tim Advokasi Penyelamatan Pulau-pulau Kecil menyampaikan, pada intinya PT GKP merasa dirugikan dengan pasal tersebut dan meminta agar penambangan diperbolehkan sepanjang ada pertimbangan teknis, sosial, dan ekologis.

”Dari sinilah kami bersama warga Wawonii berinisiatif untuk mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam proses persidangan ini. Proses persidangan sekarang di MK, pihak pemohon sedang melakukan perbaikan permohonan dua sehingga kami akan masuk sebelum pemeriksaan pokok perkara,” ujarnya dalam diskusi terkait keselamatan pulau-pulau kecil di Jakarta, Kamis (10/8/2023).

Baca selengkapnya…

Illustration/Photo by Ingo Joseph via Pexels