Sri Mulyani mengatakan mayoritas investasi akan berbentuk pinjaman lunak dan komersial. Sedangkan porsi hibah hanya sekitar US$ 600 juta atau 3%.

Katadata-Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan akan memonitor realisasi janji Amerika Serikat, Jepang dan mitra internasional lainnya terkait investasi transisi energi senilai US$ 20 miliar atau Rp 310 triliun. Investasi ini rencananya disalurkan dalam 3-5 tahun ke depan.

“Follow up deklarasi G20 yang langsung berhubungan dengan Indonesia seperti berbagai kesepakatan seperti transisi energi senilai US$ 20 miliar nanti kita akan terus monitor dengan PLN,” kata Sri Mulyani saat ditemui di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (20/12).

Bendahara negara itu juga memastikan komitmen lainnya terkait investasi transisi energi di luar JETP juga akan terus ditagih. Seperti diketahui, terdapat janji investasi lainnya senilai US$ 500 juta atau Rp 7,8 triliun dari Climate Investment Fund (CIF) yang diumumkan saat G20 lalu.

“Kami akan follow up sehingga dana-dana tersebut bisa benar-benar masuk ke Indonesia,” ujar Sri.

Pertemuan KTT G20 yang berlangsung di Bali pertengahan November lalu menghasilkan sejumlah komitmen investasi, salah satunya dari kelompok negara maju G7 dan beberapa mitra internasional. Komitmen investasi dilakukan melalui program just and energy transition partnership (JETP) dengan nilai komitmen US$ 20 miliar.

Mobilisasi dana tersebut terutama akan digawangi oleh Amerika Serikat dan Jepang dengan rencana pencairan 3-5 tahun ke depan. Pembiayaan ini sebagian akan berasal dari pembiayaan publik dan sebagian lainnya dari mitra swasta terutama dari koalisi Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).

Mantan Managing Director IMF itu sebelumnya sempat mengatakan mayoritas dana tersebut akan berbentuk pinjaman lunak dan komersial. Sedangkan porsi hibah hanya sekitar US$ 600 juta atau 3% dari total dana JETP. Namun demikian ia memastikan pinjaman ini tidak akan menimbulkan tumpukan utang baru.

“Kami tidak akan menciptakan utang baru dari program ini, pasti tetap akan hati-hati. Kalau pendanaan dan pembiayaan tetap akan dilihat di konsep APBN,” kata Sri Mulyani di Istana Negara, Senin (28/11) lalu.

Sebelumnya Peneliti dan Program Manager Trend Asia, Andri Prasetiyo meminta pemerintah memastikan bahwa pendanaan dari Amerika Cs  memiliki porsi hibah atau pembiayaan lunak yang cukup. Ia menilai pembiayaan lunak lebih aman ketimbang pembiayaan komersial yang mengikuti tingkat bunga yang berlaku di pasar.

“Ada resiko bahwa JETP ini jadi semacam utang baru karena porsi hibah ini tidak cukup untuk membantu negara berkembang seperti Indonesia untuk keluar dari ketergantungan batu bara,” ujar Andri pada Jumat (18/11).

Baca selengkapnya…

Foto: Kementerian Keuangan