Jakarta, 23 Maret 2021-Tren divestasi di sektor batubara global terus meningkat. Komitmen terbaru untuk keluar dari batubara baru-baru ini datang dari Hana Financial Group yang berjanji untuk bergabung dalam kampanye anti-batubara. Kampanye ini untuk mendukung target Pemerintah Korea untuk menjadi negara netral karbon pada tahun 2050. Mereka juga menyatakan untuk tidak lagi memberikan pendanaan pada bisnis yang merusak lingkungan atau melanggar hak asasi manusia.

Tren global tersebut terjadi seiring dengan semakin meningkatnya frekuensi dan intensitas dampak krisis iklim, serta aspirasi untuk pemulihan hijau keluar dari pandemi Covid-19. Studi terbaru telah mengidentifikasi hubungan kuat antara kerusakan lingkungan dan pencemaran udara dengan risiko infeksi Covid-19.

“Sudah terlalu banyak kerusakan alam dan kerugian lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi tambang batubara di Indonesia. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang telah dicapai Korea, peluang kerja sama investasi yang ramah lingkungan di Indonesia sangat terbuka serta lebih menguntungkan dan berkelanjutan. Niscaya Hana Financial Group akan memiliki reputasi yang membanggakan jika turut membiayai investasi yang ‘bersih’ dan bisnisnya di Indonesia semakin berkembang,” Faisal Basri, Ekonom Senior Universitas Indonesia.

Namun bertolak belakang dari arah kebijakan perusahaan grupnya, Bank Hana Indonesia, justru masih memberikan dukungan pendanaan untuk pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10, Suralaya, Banten, Indonesia. Hal tersebut tentu akan menjadi batu sandungan dalam komitmen Hana Financial Group untuk mencapai target yang telah dicanangkan.

Berbeda arah dari tren global yang meninggalkan batubara sebagai sumber energi nasional, Presiden Joko Widodo belum lama ini kembali membuat kebijakan karpet merah untuk industri tinggi emisi ini. Baru-baru ini, Jokowi telah menghapus Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari daftar Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebuah keputusan yang jelas akan memicu kerusakan lingkungan dan bencana kesehatan.

“Sebagai wujud keseriusan komitmen investasi hijau, Hana Financial Group harus segera mengambil langkah konkret penghentian dukungan secara total pada proyek-proyek investasi energi kotor baik di dalam maupun di luar negeri. Rencana ini harus segera diikuti dengan aksi nyata Hana Bank Indonesia untuk menarik dukungan pada proyek pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10, di Banten. Jika tidak, komitmen dari Hana Financial Group ini hanya akan menjadi komitmen semu yang tidak berdampak secara signifikan pada upaya penyelesaian persoalan krisis iklim secara keseluruhan, sebab mereka masih terlibat dalam investasi energi kotor di luar negaranya,” Andri Prasetiyo, Peneliti dan Pengampanye Trend Asia.

Pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 menuai kecaman publik dan penolakan warga. Dalam petisi yang dilakukan melalui Change.org, tercatat hampir 12.000 warga menandatanganinya dalam kurun waktu satu bulan terakhir. Pada hari Rabu, 18 Maret 2021, warga Suralaya, yang hidup bertahun-tahun di kawasan PLTU, turut serta dalam aksi untuk menolak penghapusan FABA dari kategori limbah B3, sebab aturan turunan UU Cipta Kerja ini semakin menghimpit ruang hidup mereka yang selama ini sudah terkepung polusi.

“Sebagai klien dari International Finance Corporation (IFC), Hana Bank Indonesia berjanji untuk keluar dari pendanaan batubara pada tahun 2030, tapi yang terjadi justru sebaliknya, Hana Bank Indonesia memberikan pendanaan untuk pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 yang memperpanjang eksposur terhadap batubara hingga 2035. Tidak ada alasan lagi, sudah saatnya Hana Bank Indonesia untuk melakukan keputusan yang benar dan divestasi dari Jawa 9 dan 10,” ujar Kate Geary dari Recourse.

Narahubung:

Andri Prasetiyo, Periset dan Pengampanye Trend Asia, [email protected]

Faisal Basri, Senior Economist from Faculty of Economics, University of Indonesia

Kate Geary, Co-Director Recourse, [email protected]

 

Link foto PLTU di Suralaya, Banten bisa diakses di: https://s.id/FotoSuralaya

Catatan redaksi:
[1] https://m.koreatimes.co.kr/pages/article.asp?newsIdx=305293

[2] change.org/biarkanbantenbernapas