PLN menolak permohonan keterbukaan data emisi PLTU Suralaya dan Ombilin, dan tengah digugat dalam sengketa di Komisi Informasi Pusat. Peristiwa ini hanya satu dari empat permohonan informasi terhadap berbagai PLTU batu bara dan institusi pemerintahan yang mandek atau ditolak. Di tengah panasnya isu polusi dan gangguan kesehatan, transparansi data dari PLTU akan memiliki peran kunci dalam mengelola dampak pilihan energi terhadap kesehatan publik.

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tengah digugat ke Komisi Informasi Pusat untuk membuka data emisi yang dihasilkan oleh pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Cilegon dan PLTU Ombilin di Padang kepada publik.

Sengketa ini diajukan oleh Margaretha Quina, setelah berbagai permohonan informasi yang ia ajukan ditolak oleh PLN dan institusi-institusi pemerintah. Secara khusus, Margaretha meminta informasi terkait laporan pengukuran sistem pemantauan emisi (CEMS) periode 2015-2022 dan laporan pengelolaan limbah B3, khususnya limbah B409 dan B410, dari PLTU Suralaya unit 1-8 dan PLTU Ombilin pada periode 2012-2021. Data tersebut dibutuhkan untuk memberikan pertimbangan hukum bagi jaringan pengkampanye energi, iklim dan udara bersih.

Berikut linimasa proses yang Margaretha tempuh:
● 18 November 2022. Margaretha mengajukan permohonan informasi hasil pemantauan
emisi dan laporan pengelolaan FABA PLTU Suralaya 1-8 dan PLTU Ombilin kepada
PLN melalui website PPID.
● 28 Desember 2022. Setelah pengajuan situs, pengiriman surel, dan surat diacuhkan,
pemohon kemudian mengajukan keberatan kepada Dirut PLN sebagai atasan PPID.
● 31 Januari 2023. PLN menolak permohonan dengan alasan informasi yang dimohonkan
adalah informasi yang dikecualikan.
● 7 Februari 2023. Pemohon mendaftarkan sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat.
● 4 Juli 2023. Dalam sidang pertama, ditemukan bahwa PLN belum melakukan uji
konsekuensi yang merupakan syarat pengecualian informasi.
● 31 Juli 2023. Dokumen uji konsekuensi baru dihadirkan PLN pada sidang kedua.
● 13 September 2023. Pihak PLN dan pengadu mengajukan bukti dan saksi ahli
masing-masing pada sidang ketiga.
● 16 Oktober 2023. Komisi Informasi Pusat akan menghadirkan putusan sidang.

Dalam sidang ketiga, PLN bersikeras bahwa data dikecualikan karena ia merupakan rahasia dagang yang tidak berkaitan langsung dengan kebijakan publik. PLN juga menyatakan kekhawatiran bahwa data akan digunakan pihak tidak berwenang dan berkompeten untuk melakukan ancaman, seperti penggunaan misinformasi untuk memobilisasi publik untuk melarang atau mengganggu operasi PLTU.

Penolakan dan penghambatan permohonan keterbukaan informasi terkait PLTU sayangnya bukan hal baru. Selain permohonan Margaretha, saat ini terdapat setidaknya tiga permintaan keterbukaan informasi oleh masyarakat terhadap berbagai institusi pemerintah, termasuk PLN, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, Kementerian LHK, dan berbagai instansi  pemerintahan lain. Permohonan ini terkait dengan informasi perizinan, pemantauan lingkungan, penegakan sanksi, peraturan baku mutu, hingga data emisi dari beberapa PLTU batu bara di Indonesia.

Upaya-upaya tersebut juga terhambat di berbagai tahapan. Berikut detail dari ketiga
permohonan informasi tersebut:
Mad Haer Efendi terhadap BKPM RI mengenai perizinan berusaha PLTU Suralaya unit
9 dan 10.

Pada September 2020, Mad Haer Efendi atas nama individu mengajukan permohonan
informasi tentang perizinan usaha PLTU Suralaya unit 9 dan 10. Permintaan pemohon
ditolak dengan dasar bahwa informasi yang diminta merupakan informasi yang
dikecualikan. Pemohon kemudian mendaftarkan sengketa informasi ke Komisi Informasi
Pusat pada 16 Desember 2020. Namun hingga kini, belum ada tanggapan lebih lanjut.

LBH Padang terhadap Kementerian LHK, Kementerian ESDM dan PLN Pusertif
mengenai hasil pemantauan lingkungan PLTU Ombilin dan pelaksanaan sanksi
administratif PLTU Ombilin terkait dengan pencemaran udara dan kontaminasi abu batu
bara.

PLTU Ombilin, Sumatera Barat, mendapatkan sanksi administratif dan dituntut untuk
melakukan upaya pemulihan fungsi lingkungan hidup dari kontaminasi abu batu bara.
Meski telah dibebankan sejak Agustus 2018, tidak ada informasi mendetail tentang
penegakan sanksi ini. LBH Padang telah mengajukan permohonan informasi dan
audiensi terkait ketaatan PLTU Ombilin dan kontaminasi limbah FABA sejak April 2023.
Permintaan ini tidak kunjung ditanggapi, dan saat ini LBH Padang tengah mengajukan
keberatan kepada Sekjen KLHK dan mengajukan dugaan pencemaran lingkungan
terhadap PLTU Ombilin.

Greenpeace terhadap Kementerian LHK dan PLN mengenai peta jalan implementasi
Permen LHK 15/2019 tentang baku mutu emisi (“BME 2019”) dan status perbaikan
perizinan agar sesuai dengan baku mutu emisi terbaru.
Greenpeace mengajukan permohonan informasi mengenai implementasi baku mutu
emisi 2019 kepada KLHK dan PLN. Khususnya tentang:
● Peta jalan implementasi BME (update dari peta jalan yang pernah PLN berikan
kepada GP pada Oktober 2020)
● Laporan pemantauan emisi (manual atau terus menerus) untuk semua PLTU,
periode 2014-2019.
● Rekapitulasi perubahan izin lingkungan dan pertek emisi yang sudah
mengakomodir BME 2019
● Rekapitulasi kemajuan perubahan perizinan lingkungan/pertek emisi untuk
pembangkit yang izinnya belum menyesuaikan dengan BME 2019

Informasi ini dibutuhkan untuk mengkaji biaya dan manfaat kesehatan publik dan
lingkungan hidup yang telah berhasil dicapai dengan implementasi Permen LHK No. 15
Tahun 2019 sejauh ini, yang digunakan untuk perumusan masukan publik yang
bermakna terkait peta jalan penutupan PLTU Batubara.

PLN menanggapi permohonan pada 28 Juli 2023. PLN tidak memberikan peta jalan
sesuai yang diminta pemohon. PLN juga menolak memberikan rincian kewajiban
pengelolaan emis dan laporan pemantauan emisi PLTU, dengan alasan bahwa informasi
tersebut merupakan rahasia dagang. Pemohon telah mengajukan keberatan, namun
belum ditanggapi oleh PLN.

KLHK menanggapi dengan janji mengolah permohonan informasi, namun hingga kini
belum memberi kabar lanjutan. Jika pihak PLN dan KLHK belum memberikan respon
hingga 13 Oktober 2023, Greenpeace berencana mendaftarkan sengketa informasi ke
Komisi Informasi Pusat.

Berbagai kasus ini menandakan buruknya keterbukaan informasi publik terkait praktik PLTU di Indonesia. Potensi buruk dari emisi pembakaran batu bara sudah lama diketahui dan dikaji berkali-kali di berbagai negara. Hak masyarakat atas kebutuhan informasi dan hak hidup yang sehat telah dijamin dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri LHK Nomor P.18/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2018. Mengingat kaitan eratnya dengan kesehatan publik, tidak seharusnya data emisi dianggap rahasia dagang.

Di tengah panasnya isu polusi dan kesehatan publik, emisi PLTU batu bara tengah menjadi
sorotan masyarakat. Dalam kondisi ini, pengelola pembangkit dan pemerintah gencar
berkampanye membela PLTU dengan menegaskan minimnya kontribusi PLTU terhadap polusi, pernyataan bahwa PLTU taat terhadap ketentuan lingkungan, dan membebankan masyarakat sebagai penyumbang polusi dari sektor transportasi. Namun ketika masyarakat menuntut keterbukaan informasi terkait polusi PLTU, pemerintah enggan membuka jalan.

Kekhawatiran pihak pemerintah bahwa keterbukaan informasi berisiko disalahgunakan dan
mengganggu pengoperasian pembangkit tidak masuk akal. Keterbukaan informasi bersifat
esensial untuk menjamin kinerja pembangkit dan melindungi masyarakat sekitar. Dalam
berbagai isu kritis, terlalu sering masyarakat terdampak dieksklusi dari informasi meski mereka yang akan menanggung potensi bencana lingkungan dan kesehatan. Pemerintah seharusnya secara aktif menyediakan informasi untuk terselenggaranya demokrasi yang sehat.


Pernyataan

“Ketika ramai isu polusi kemarin, pemerintah gencar membela PLTU. Mereka bilang bahwa kontribusi polusinya kecil dan warga yang disalahkan atas kontribusi dari transportasi. Namun, ketika ditantang untuk membuka informasi soal emisi PLTU, mereka malah menolak dengan alasan rahasia dagang dan kekhawatiran penolakan PLTU. Terlalu sering warga dikerdilkan dan dirahasiakan dari informasi penting ketika mereka yang paling merasakan dampak. Pemerintah seharusnya belajar bahwa demokrasi yang sehat tidak mungkin terjadi tanpa transparansi dan partisipasi masyarakat.”
Novita Indri – Pengkampanye Energy and Fossil Fuel Trend Asia

“Ada banyak sekali peluang partisipasi masyarakat yang bisa terjadi dengan dibukanya data pembangkit. Masyarakat bisa membantu memastikan aturan yang ada ditegakkan. Ketentuan yang lemah di izin bisa didorong untuk diperketat. Penghitungan manfaat dan biaya dalam kebijakan energi bisa lebih akurat. LSM bisa membantu edukasi mitigasi risiko kontaminasi limbah beracun kepada masyarakat di tapak. Putusan Komisi Informasi Pusat dalam sengketa informasi saya melawan PLN akan menentukan apakah partisipasi publik kita bisa bergerak maju, atau malah mundur.”
Margaretha Quina – Bersihkan Indonesia

“Transparansi Informasi data emisi PLTU menjadi kunci utama pengendalian
pencemaran udara dan dasar agar masyarakat bisa melakukan monitoring berdasarkan atas emisi yang dikeluarkan dari PLTU Batubara sebagai salah satu sumber pencemar udara yang dominan. Lebih jauhnya lagi data emisi bisa kita jadikan sebagai landasan agar segera melakukan transisi energi yang sepenuh hati mengingat dampak emisinya kepada lingkungan dan kesehatan.”
Bondan Andriyanu – Pengkampanye Iklim dan Energi Greenpeace

“Di saat masyarakat minta dilindungi, kenapa hari ini pemerintah tidak mau transparan? Padahal informasi ini penting dan menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat, apakah industri ini menjadi bagian yang baik atau memang buruk, baik itu dari sisi kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat sekitar PLTU. Karena dengan adanya pembangunan berarti akan adanya perampasan ruang hidup yang tidak pernah terkontrol oleh pemerintah baik di pusat ataupun di daerah.”
Mad Haer – Direktur Eksekutif PENA Masyarakat

“Sepanjang bekerja sebagai lembaga bantuan hukum, kami melihat bagaimana dampak PLTU Ombilin pada masyarakat lokal. Namun untuk menanggapi ini sangat sulit. Ketika Informasi terkait dengan kesehatan publik, ia seharusnya tersedia secara berkala. Tidak harus menunggu diminta oleh publik, apalagi melalui sengketa berlarut-larut. Kami berharap pada Komisi Informasi Pusat untuk mengeluarkan keputusan yang benar, yang
memihak pada kepentingan masyarakat.”
Indira Suryani – Direktur LBH Padang

Catatan Editor
Di Afrika Selatan, pembangkit listrik diwajibkan untuk menyediakan informasi emisi bulanan dan tahunan dalam bingkai regulasi Promotion of Access to Information Act 2000 (PAIA). Laporan ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memantau dampak dan mengendalikan penegakan aturan oleh produsen listrik.

Praktik serupa juga dijalankan di Tiongkok, yang menyediakan data emisi secara menyeluruh dan dapat diakses secara publik secara daring. Data ini digunakan pada 2023 dalam upaya implementasi standar rendah emisi, yang mencakup merenovasi unit lama, penutupan unit, dan pembangunan unit baru. Studi juga menunjukkan bahwa biaya yang keluar dari upaya transparansi data jauh lebih kecil dibandingkan keuntungan dari berkurangnya ongkos kesehatan.

Praktik-praktik baik ini seharusnya menjadi contoh bagi pemerintahan Indonesia dalam menjunjung transparansi data secara aktif.

Foto: Melvinas Priananda/Trend Asia